POSPAPUA

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

Perjuangan peralihan kekuasaan yang adil, demokratis dan konstitusional di Indonesia – PSI

Perjuangan peralihan kekuasaan yang adil, demokratis dan konstitusional di Indonesia – PSI

Transisi energi Indonesia menuju sumber daya yang bersih dan berkelanjutan berada pada titik kritis, dimana ketergantungan pada batu bara, minyak, gas, dan eksplorasi nuklir menimbulkan kendala yang signifikan. Sementara itu, solusi seperti pembakaran bersama (co-firing) dan pemanasan panas bumi, meskipun layak dilakukan, telah diabaikan karena dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah baru seperti penggundulan hutan dan dampak lingkungan lainnya.

disorot oleh ini Dari Pusat Studi Ekonomi dan Hukum Bhima Yudhishthira (CELIOS) pada tanggal 6 Maret dalam lokakarya yang diselenggarakan oleh Persatuan Pegawai Tenaga Listrik Indonesia (PP-IP) dengan tema “Transisi Energi yang Berkeadilan di Indonesia”. Sekitar 45 pimpinan nasional dan cabang mengikuti lokakarya strategis di Sandika Premier Slipi, Jakarta.

Inisiatif yang patut diperhatikan adalah Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP), yang bertujuan untuk mempercepat transisi menuju energi ramah lingkungan. Namun, JETP dianggap sebagai wacana elitis yang tidak melibatkan serikat pekerja dan masyarakat luas secara signifikan. Untuk menjamin transisi kekuasaan yang demokratis dan adil, Yudhishthira menekankan perlunya partisipasi aktif semua pihak, termasuk pekerja dan komunitas suku.

Pendanaan untuk JETP, yang didominasi oleh pinjaman, telah memicu kekhawatiran mengenai beban utang dan ketergantungan teknologi asing. Yudistira menganjurkan untuk menghindari pinjaman berbunga tinggi, meningkatkan porsi hibah dan mencari sumber pembiayaan alternatif untuk mengurangi beban keuangan. Ia juga menyerukan transparansi dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan implementasi kebijakan transisi energi.

Lokakarya ini juga mengungkapkan bahwa peraturan dan kapasitas regional dan nasional belum sepenuhnya siap menghadapi transisi energi. Selain itu, program transisi energi kurang sensitif terhadap isu gender, disabilitas, dan inklusi sosial, sehingga menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih inklusif dan holistik dalam pembuatan kebijakan.

Transisi energi juga harus mempertimbangkan kedaulatan energi untuk menghindari ketergantungan teknologi dan utang luar negeri.

Kompensasi yang adil kepada masyarakat yang terkena dampak

Yudhishthira juga menekankan perlunya mempertimbangkan dampak transisi energi terhadap sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat, terutama di daerah penghasil batubara dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU – “Pembangkit Listrik Tenaga Uap” dalam bahasa Indonesia). Transisi energi harus dibarengi dengan upaya rehabilitasi dan kompensasi yang adil kepada masyarakat yang terkena dampak, katanya.

READ  Presiden Djokovic berhenti poligami karena dia berpikir untuk menaikkan sanksi COVID-19 - Nasional

Transisi energi juga harus mempertimbangkan kedaulatan energi untuk menghindari ketergantungan teknologi dan utang luar negeri, tambah Yudhishthira. Ia menegaskan kembali bahwa semua pemangku kepentingan termasuk pemerintah, industri, serikat pekerja, masyarakat adat, dan masyarakat sipil harus dilibatkan.

Konstitusi

Dalam perspektif konstitusi, transisi energi harus sejalan dengan amanat konstitusi, yaitu dikuasai oleh negara untuk menyediakan energi yang terjangkau masyarakat, aman bagi lingkungan dan konsumen. Artinya, kebijakan dan praktik transisi energi harus menjamin akses energi yang adil dan terjangkau serta perlindungan lingkungan yang berkelanjutan.

Dalam konteks global, Indonesia harus memanfaatkan momentum transisi energi untuk menegosiasikan keringanan atau pengurangan utang dengan negara-negara maju untuk mengkompensasi dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi historis negara-negara tersebut.

Sekretaris Jenderal PP-IP Andy Vijaya Meski begitu, transisi energi merupakan sebuah keniscayaan. Menurutnya, kenaikan suhu global saat ini diperkirakan mencapai 3,4 – 4 derajat Celcius sehingga akan sangat menyulitkan kehidupan di Bumi dalam 50 tahun ke depan. Transisi energi dari sumber fosil ke energi ramah lingkungan bukan lagi suatu pilihan, melainkan kebutuhan untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 – 2 persen dalam batas yang dapat ditoleransi oleh planet kita.

Ia mengatakan Indonesia harus menyusun peta jalan transisi energi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan nasional dan global, dengan mempertimbangkan aspek regulasi negara, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Inisiatif ini sejalan dengan Union for Energy Democracy (TUED) yang mengupayakan pertemuan regional di Indonesia dengan tujuan membahas strategi transisi energi yang adil dan inklusif.