Jakarta (Jakarta Post/Asia News Network) – Belum ada satu pun penerbangan internasional langsung ke Bali sejak dibuka kembali untuk turis asing pada 14 Oktober.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaja Ono menyebutkan beberapa alasan mengapa turis asing enggan berkunjung ke Indonesia. Diantaranya adalah tempat karantina yang tidak menarik dan penerbangan langsung yang dibuka ke negara asal turis asing selama mereka tidak tinggal di sana melainkan di negara lain untuk bekerja.
Sementara itu, Bali bersiap menyambut KTT G20 pada Oktober tahun depan, dan langkah-langkah protokol kesehatan yang ketat diterapkan untuk mencegah infeksi COVID-19.
Profesor Universitas London Mark Hobart menyatakan pada tahun 2015 bahwa “Bali adalah sebuah merek,” memungkinkannya untuk menjual apa saja. Dalam konteks ini, Bali memiliki keunggulan merek di Indonesia untuk menarik wisatawan asing, namun tetap harus beradaptasi dengan situasi saat ini.
Dan branding adalah cara untuk menghasilkan lebih banyak uang untuk suatu barang daripada nilainya yang sebenarnya. Melalui merek, konsumen dapat mengetahui kualitas produk dan fitur serta layanan yang diharapkan dapat segera diperoleh. Dengan merek yang berkembang dengan baik, pangsa pasar akan mengikuti.
Bali, sebagai etalase Indonesia, adalah merek menarik yang membangkitkan perhatian, minat, dan gairah. Dia membantu membuat keputusan para pemimpin dunia untuk datang ke Bali. Undangan Presiden Joko Widodo untuk menjadi tuan rumah KTT para pemimpin dunia G20 tahun depan pada KTT 2021 di Roma baru-baru ini mengingatkan masyarakat internasional bahwa Indonesia aman dan mampu menyambut turis asing di tengah pandemi.
Apalagi, kepresidenan G20 di tangan Presiden Jokowi merupakan strategi untuk memulihkan pariwisata Indonesia secara keseluruhan. Tidak mudah menjadikan Bali sebagai destinasi high value for money bagi turis asing dari berbagai negara, karena lokasinya sebelum pandemi.
Citra Bali dan Indonesia pada umumnya sebagai destinasi pariwisata yang aman dan inklusif dalam penanganan Covid-19, serta ketersediaan, kapasitas, dan kualitas produk pariwisata perlu dicarikan formula yang tepat untuk menghadapi perubahan tersebut. perilaku dan keinginan wisatawan global akibat pandemi.
Jadwal perjalanan jarak jauh telah dialihkan ke perjalanan jarak menengah dan pendek, pengeluaran dan lama tinggal yang lebih rendah, serta jumlah perjalanan yang dilakukan wisatawan ke luar negeri karena mereka lebih suka bepergian di dalam negeri sendiri.
Wonderful Indonesia, brand negara untuk pariwisata Indonesia, kini tengah diuji kemampuannya dalam menggaet turis asing. Brand pariwisata dengan kualitas seperti orang-orang yang luar biasa, budaya yang luar biasa, destinasi yang indah dan investasi yang luar biasa, harus memberikan inspirasi, motivasi, dan manfaat dari wisatawan asing untuk menjadikan Indonesia pilihan terbaik untuk bepergian selama pandemi.
Penting adanya upaya dalam diplomasi luar negeri. Meningkatkan citra atau brand value Indonesia khususnya pulau Bali dan Riau di mata wisatawan asing merupakan pilihan yang bijak untuk meningkatkan kepercayaan wisatawan mancanegara untuk berwisata ke Indonesia. Kepercayaan dan loyalitas pelanggan sangat dibutuhkan di Indonesia sebagai brand destinasi pariwisata untuk mendapatkan keuntungan dari pasar pariwisata global di masa pandemi.
Pariwisata sebagai komoditas tidak hanya bergantung pada kelancaran dan keberhasilan cara kerja para pelaku pariwisata itu sendiri. Di tengah peluang pasar pariwisata global, hubungan antara produsen dan konsumen dalam industri pariwisata, yang dalam situasi saat ini membutuhkan peran aktif negara, akan menjadikan Indonesia sebagai destinasi pariwisata global.
Pariwisata yang bagus di Indonesia bisa dialami, misalnya di Bali. Wakil Gubernur Bali Teukurda Oka Artha Ardana baru-baru ini mengatakan menyambut baik dibukanya kembali Bali untuk turis asing, namun saat ini dia tidak menginginkan backpacker. Pernyataan ini sejalan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menginginkan Bali tetap bersih dengan kedatangan wisatawan asing yang berkualitas.
Pengertian wisman yang baik dapat digambarkan dari dua aspek, pertama, wisman yang datang untuk menghabiskan uang dalam jumlah besar untuk berbagai barang dan jasa yang berkaitan dengan pariwisata.
Kedua, dalam hal lama menginap, wisatawan premium cenderung tidak mengeluarkan uang minimal untuk mendapatkan hasil maksimal dari sebuah tur, membeli paket wisata dengan rencana perjalanan yang sempit dan waktu yang singkat.
Pariwisata yang baik membutuhkan input, proses dan output yang berkualitas. Dari sisi input, jika semua kriteria dipertimbangkan, pariwisata yang baik mengarah pada penyerapan sumber daya lokal yang optimal dalam rantai pariwisata, mulai dari bahan baku, pemasok, dan sumber daya manusia lokal, termasuk investor yang berorientasi pada cita-cita pariwisata.
Untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan lingkungan, dan tidak hanya mencari keuntungan jangka pendek, diplomasi yang saat ini dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta kementerian dan lembaga terkait dapat meningkatkan kepercayaan terhadap brand pariwisata di Bali, dan di Indonesia secara umum.
- Penulis adalah dosen Program Studi Pariwisata di Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra. The Jakarta Post adalah anggota dari Asia News Network, mitra media The Straits Times, aliansi dari 23 organisasi media berita.
More Stories
Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen hingga 5,5 persen pada tahun 2025.
Indonesia siap menjadi ekonomi hijau dan pusat perdagangan karbon global
Indonesia berupaya menggenjot sektor ritel untuk mendukung perekonomian