Wilayah Papua di Indonesia menawarkan beragam makanan lezat, beberapa di antaranya terbuat dari bahan-bahan eksotik seperti sagu yang ditemukan di wilayah timur negara itu. Sayur Lilin (saccharum edule).
Masyarakat Papua terkenal dengan kepiawaiannya mengolah sagu menjadi berbagai macam masakan Wayang –Bubur sagu biasanya disajikan dengan kuah ikan dan kunyit — dan CinaMerupakan jajanan manis yang terbuat dari sagu kering.
Sementara itu, Sayur Lilin Sejenis tebu yang bisa dimakan mentah. Bentuknya mirip dengan serai, namun ukurannya lebih besar. Masyarakat Papua umumnya memanfaatkan bagian dalam tanaman yang berbentuk lilin. Dalam bahasa Indonesia, Sayur Lilin Lilin artinya sayur.
Selain itu, Papua menawarkan ikan gabus dengan kuah hitam, parutan daun bawang, dan ikan asap.
Namun, seiring dengan berkurangnya persediaan bahan mentah di alam, makanan tersebut menjadi semakin langka.
Tekad melestarikan kuliner Papua menginspirasi Usilina Epa, perempuan Papua, untuk menciptakan bisnis kuliner yang menonjolkan kuliner lokal daerah.
Pada tahun 2015, Epa mendirikan usaha kuliner pertamanya “Tabur Mama” di Kampung Waina, Distrik Heram, Kota Jayapura, Provinsi Papua. Namun, restoran tersebut gulung tikar sebulan setelah pembukaannya.
Dua tahun kemudian, Eba kembali mencoba peruntungannya dan membuka kafe bernama “Sunshine Cafe and Library”. Cina.
Ketika kafe tersebut berusia lima tahun, Eba membuka usaha lain, “Restoran Isasai”, dengan fokus mempromosikan hidangan tradisional yang terancam punah dari kecamatan Sentani, kabupaten Jayapura.
“Saat itu, pedagang di Pasar Sentani menjual ikan gabus asap siap masak. Namun, jumlah pedagang tersebut semakin berkurang,” kata perempuan Sentani itu.
Berita terkait: Melindungi kelestarian sagu pokok Papua
Ia mengaku sempat skeptis dengan tanggapan masyarakat terhadap bisnis tersebut karena konsep yang digunakan di restoran tersebut kurang populer di kalangan masyarakat Papua.
Seiring berjalannya waktu, restoran tersebut berhasil menarik pelanggan dari Jayapura dan sekitarnya. Ia mengatakan pelanggan senang bisa dengan mudah mencicipi makanan ala Papua.
Menurut EBA, restoran tersebut masih menghadapi kekurangan bahan sebagai hambatan utamanya. Masakan tradisional Papua tidak memerlukan proses memasak yang rumit, namun ada pula yang membutuhkan bahan baku yang laju produksinya menurun sehingga menyebabkan harga menjadi lebih tinggi.
Ia mengatakan, seluruh pemangku kepentingan di tingkat nasional, provinsi, dan daerah harus saling bahu membahu menjaga eksistensi kuliner Papua.
“Bahan mentah semakin sulit didapat. Kalaupun ada cadangan, kita harus membelinya dari daerah lain dengan harga lebih tinggi. Tanggung jawab kita bersama untuk mendorong terus menanam tanaman lokal untuk mengendalikan harga.” dia menunjukkan.
Misalnya, dia menyebutkan hal itu Sayur Lilin Pasar Sentani menawarkan harga Rp70 ribu-100 ribu (US$4,46-6,35), harga yang relatif kurang menguntungkan dari sudut pandang pelaku usaha kuliner lokal.
Namun, Ibeba tidak terpengaruh dengan defisit tersebut. Ia terus mempromosikan hidangan lokal dengan gaya kontemporer dalam upaya menarik lebih banyak pelanggan muda, karena mayoritas pelanggan restoran adalah orang tua.
Eba berharap dengan mempromosikan makanan tradisional Papua, para petani dapat terdorong untuk mengolah bahan-bahan terkait di lahan mereka. Dengan cara ini, ia berharap, semakin banyak perempuan Papua yang menjual produk pangan lokal di pasar.
Ia juga berharap generasi muda asli Papua membuka lembaga serupa untuk ikut melestarikan berbagai kuliner Papua.
Pahlawan kuliner Papua
Dinas Pertanian dan Hortikultura Provinsi Papua telah mengambil langkah untuk menghidupkan dan memperbarui kebanggaan pangan lokal Papua, termasuk mempromosikan bahan pokok lokal sebagai alternatif pengganti beras untuk memenuhi kebutuhan kalori masyarakat.
Lebih lanjut, pemerintah provinsi mendorong warga untuk berinvestasi di tanah mereka dengan menanam tanaman tradisional Papua dengan harapan dapat memperkuat ketahanan pangan warga setempat dan meningkatkan potensi ekonomi mereka.
Charles Toto, seorang chef Papua yang dikenal mempromosikan masakan lokal dengan mengadakan acara memasak di tengah hutan, menekankan bahwa Papua membutuhkan lebih banyak perempuan yang benar-benar peduli terhadap kelestarian makanan asli daerah tersebut. Menurutnya, kekayaan kuliner Papua masih belum diketahui masyarakat luas Indonesia.
“Papua, khususnya di dataran tinggi, masih kekurangan perempuan yang mau menjaga masakannya,” ujarnya.
Oleh karena itu, Toto mengajak generasi muda untuk semangat belajar memasak masakan tradisional Papua untuk menggaungkan cerita masakan Papua.
Namun, dia menyukai orang Papua setempat Cina Dan WayangPlatform media sosial mulai mendapatkan popularitas karena penyebaran konten promosi.
Ia menambahkan, tingginya kandungan nutrisi yang diberikan oleh bahan-bahan yang digunakan untuk menyiapkan masakan Papua juga berperan dalam popularitas masakan Papua.
Dia lebih lanjut menarik perhatian pada peningkatan jumlah acara yang memberikan kesenangan tradisional. Selain itu, beberapa hotel sudah mulai memasukkan masakan tradisional ke dalam menunya, meski hanya hidangan yang dibuat dari bahan-bahan yang tersedia.
“Saya yakin generasi muda di Papua akan lebih memperhatikan pangan lokal yang harus dilestarikan sebagai bagian dari jati diri Papua,” tutupnya.
BERITA TERKAIT: Dari Kegelapan Menjadi Makanan: Bagaimana Listrik Menghidupkan Makanan Papua
“Pembaca yang ramah. Penggemar bacon. Penulis. Twitter nerd pemenang penghargaan. Introvert. Ahli internet. Penggemar bir.”
More Stories
Kalbar gelar rapat penanganan karhutla
URTF menyediakan $2 juta untuk Proyek Ketahanan Iklim Nusantara
Menteri Pariwisata Sandhyaka Uno memberikan update mengenai proyek LRT Bali