Tempo.co, Jakarta – Tauhid Ahmad, Managing Director Institute for Economic and Financial Development (Indef), menegaskan berbagai insentif pemerintah belum cukup menarik perusahaan untuk berinvestasi di proyek ibu kota baru IKN Nusantara.
Tauhid menilai suku bunga saat ini sedang naik. Akibatnya, pasar obligasi cenderung memberikan nilai lebih kepada investor daripada investasi di sektor riil. “Jika [bonds] Silakan, mereka akan memberi Anda lebih banyak kepercayaan daripada departemen yang sebenarnya, ”kata Tauhid Tempo Melalui telepon pada Senin, 24 Oktober 2022.
Faktor lain yang tidak menarik investor global adalah keunggulan proyek tersebut. “Ini adalah investasi jangka panjang, dan investor mengharapkan pengembalian yang cepat [usually] 10 atau 15 tahun, tapi proyek IKN Nusantara sampai 2045. Tentunya ini akan membuat mereka berpikir lagi,” kata Tauhid.
Karena itu, dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, pembangunan proyek akan bergantung pada anggaran negara, kata Tauhid. Sementara itu, investor—terutama investor lokal—akan cenderung melihat potensi di kota-kota tetangga seperti Samarinda.
“Penawaran pemerintah tidak terlihat menarik. Yang jadi masalah bukan insentif tentunya,” tegas Tauhid seraya menambahkan investor bisa menerima tawaran itu jika pemerintah memutuskan untuk memindahkan pegawai dalam empat tahun ke depan. Dengan begitu, investor bisa berinvestasi di sektor perumahan.
Lebih lanjut Tauhid mengatakan, konsep ekonomi hijau dan jumlah penduduk yang sedikit di ibu kota negara baru menjadi salah satu faktor yang menghalangi investor memasuki proyek ibu kota baru di Kalimantan Timur.
Pekan lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menawarkan insentif yang besar kepada perusahaan yang berinvestasi dalam proyek IKN Nusantara, termasuk tax holiday selama 30 tahun.
Riri Rahayu
Klik di sini untuk mendapatkan berita terbaru Tempo di Google News
More Stories
Anies Baswedan berpeluang maju di Pilkada Jabar: Juru Bicara
Indonesia Atasi Utang Perumahan dengan Subsidi FLPP
Tarian terakhir Jokowi