POSPAPUA

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

Menyelaraskan prinsip-prinsip ESG dan strategi ekonomi sirkular untuk pengelolaan limbah elektronik di Indonesia

Menyelaraskan prinsip-prinsip ESG dan strategi ekonomi sirkular untuk pengelolaan limbah elektronik di Indonesia

Industrialisasi, pertumbuhan penduduk, dan peluncuran produk elektronik inovatif telah menimbulkan berbagai tantangan baik di negara maju maupun berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu permasalahan besarnya adalah meningkatnya jumlah peralatan listrik dan elektronik secara signifikan yang berpotensi menjadi sampah elektronik atau e-waste. Menurut Global E-Waste Monitor 2020, limbah elektronik adalah aliran limbah yang tumbuh paling cepat secara global. Alasan utamanya adalah meningkatnya permintaan peralatan listrik dan elektronik, siklus hidup yang pendek, dan terbatasnya pilihan perbaikan. Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam mengelola volume limbah elektronik yang terus meningkat, yang didorong oleh pesatnya kemajuan teknologi dan konsumsi perangkat elektronik nasional.

Laporan Statistik Telekomunikasi Indonesia yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan penggunaan Internet di rumah mencapai 86,54 persen pada tahun 2022, sedangkan persentase penduduk yang memiliki telepon seluler mencapai 67,88 persen. Admitad, perusahaan mitra jaringan global, juga melaporkan peningkatan penjualan produk elektronik di Indonesia sebesar 5% pada tahun 2023. Fakta menarik lainnya adalah belanja konsumen untuk produk elektronik meningkat sebesar 4% (Yunianto, 2023). Hasilnya, Indonesia menjadi salah satu penghasil limbah elektronik terbesar di dunia. Menurut data Global E-Waste Monitor 2024, Indonesia menghasilkan hampir 1,9 juta ton limbah elektronik pada tahun 2022. Namun, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia menunjukkan bahwa hanya 17,4 persen limbah elektronik yang dikelola dengan baik. Jika tidak segera diatasi, penelitian yang dilakukan oleh Oliya Kisthi, kandidat doktor spesialis daur ulang limbah elektronik, memperkirakan timbulan limbah elektronik di Indonesia akan mencapai 3.200 kiloton pada tahun 2040 (Puspa, 2022).

Limbah elektronik atau limbah elektronik mengacu pada perangkat elektronik yang dibuang dan telah mencapai akhir masa pakainya dan dibuang oleh pemiliknya tanpa niat untuk digunakan kembali, disumbangkan, atau didaur ulang (Badan Perlindungan Lingkungan AS, 2014). Limbah peralatan elektronik dan listrik diklasifikasikan menjadi 6 jenis berdasarkan karakteristik pengelolaan limbahnya, antara lain peralatan yang berhubungan dengan pengatur suhu, peralatan yang berhubungan dengan layar dan display, lampu, peralatan besar seperti lemari es dan mesin cuci, peralatan kecil seperti microwave dan pemanggang roti, IT peralatan dan peralatan komunikasi (Global E-Waste Observatory, 2024).

  • Limbah mengandung logam berat berbahaya dan beracun (B3) seperti timbal, merkuri, kadmium, berilium dan kromium yang mencemari udara, air dan tanah (Gore, 2023). Ketika sampah elektronik dibakar, asap beracun akan keluar, dan polusi yang disebabkan oleh sampah elektronik sangatlah berbahaya. Uap tersebut dapat menyebabkan penyakit akut dan kronis, seperti penyakit pernafasan, kanker kulit, alergi, bahkan kematian (Awasthi et al., 2016a; Cook et al., 2020; Hicks et al., 2005). Seperti dilansir Universal Eco, pengelolaan limbah elektronik di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, antara lain rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengurangi penggunaan barang elektronik, kurangnya infrastruktur pengelolaan limbah elektronik, dan kurangnya tenaga terampil untuk mengelola limbah elektronik. kehilangan. Dalam menghadapi tantangan tersebut, sinergi antara prinsip-prinsip lingkungan hidup, sosial dan tata kelola (ESG) dan implementasi ekonomi sirkular (CE) diyakini akan memberikan potensi solusi berkelanjutan yang dapat diterapkan di Indonesia.
READ  Komisaris Uni Eropa untuk Aksi Iklim: 'Jangan tinggalkan siapa pun'

Ekonomi sirkular: sebuah pendekatan menuju masa depan yang berkelanjutan

Ellen MacArthur (2015) mendefinisikan ekonomi sirkular sebagai model sistem ekonomi yang bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan nilai produk, material, dan sumber daya selama mungkin. Ekonomi sirkular kini dipahami sebagai sistem ekonomi yang berupaya menghilangkan pemborosan dan konsumsi sumber daya secara terus-menerus melalui siklus produksi, penggunaan kembali, dan daur ulang. Dalam konteks limbah elektronik, pendekatan ini berarti memperpanjang umur produk elektronik, memfasilitasi perbaikan dan peningkatan, serta mendaur ulang komponen yang tidak dapat digunakan lagi. Pendekatan ini dapat mengurangi dampak lingkungan dari pembuangan limbah elektronik dan meningkatkan efisiensi sumber daya.

Berdasarkan laporan Economic, Social and Environmental Benefits of Circular Economy in Indonesia yang diluncurkan Babenas dengan dukungan UNDP dan Pemerintah Denmark, sektor elektronik merupakan salah satu sektor prioritas dalam penerapan ekonomi sirkular. Seperti dilansir media Indonesia (2022), laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa penerapan ekonomi sirkular pada industri elektronik berpotensi meningkatkan PDB sebesar Rp 12,2 triliun pada tahun 2030. Sementara dari sisi lingkungan, penerapan ekonomi sirkular ekonomi diharapkan dapat membantu Ekonomi sirkular pada industri elektronik Indonesia akan menghindari sekitar 0,4 juta ton emisi karbon dioksida dan menghemat 0,6 miliar meter kubik air pada tahun 2030. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, konsep 3R dirasa belum cukup untuk mengatasi permasalahan tersebut. permasalahan sampah elektronik yang berujung pada munculnya strategi penerapan ekonomi sirkular yang banyak dibicarakan dikenal dengan konsep 9R (Greeneration Foundation, 2023). Penerapan prinsip ekonomi sirkular 9R dapat menjadi langkah pertama menuju transisi menuju ekonomi sirkular, yang memungkinkan Indonesia meningkatkan efisiensi sumber daya dan membangun pengelolaan limbah elektronik yang komprehensif.

READ  Indonesia berharap sektor halal akan membantu pemulihan ekonomi

Di Indonesia, penerapan sistem ekonomi sirkular sudah dimulai, salah satu contohnya adalah komunitas E-Waste RJ yang berhasil mengurangi volume limbah elektronik dengan mengumpulkan dan mendaur ulang perangkat elektronik. EWasteRJ diketahui memiliki 17 titik pengumpulan limbah elektronik di sembilan kota, dimana lebih dari 7 ton limbah elektronik telah terkumpul dan lebih dari 6,8 ton limbah elektronik telah didaur ulang (Arifa, 2022). Dengan mendaur ulang logam mulia seperti emas, perak, dan tembaga dari peralatan yang tidak terpakai, tidak hanya mengurangi limbah, namun juga menciptakan nilai ekonomi baru dari bahan-bahan yang sebelumnya dianggap tidak berguna. Salah satu peluang pengelolaan limbah elektronik di Indonesia adalah terbatasnya jumlah perusahaan yang memiliki izin untuk mengelola dan menggunakan pengelolaan limbah tertentu, seperti limbah elektronik, seperti dilansir Waste4change. Baru empat perusahaan yang mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yakni BGR Access, Patron, Retron, dan Mall Sampah. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pengelola instrumen kebijakan diharapkan dapat mendorong kegiatan-kegiatan dunia usaha baru yang berpotensi memperluas lapangan kerja dan pada akhirnya berkontribusi terhadap perekonomian negara.

ESG: Kerangka kerja tanggung jawab sosial dan lingkungan

ESG adalah kerangka kerja yang digunakan untuk mengukur dan mengelola kinerja lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan. Environmental, Social and Governance (ESG) merupakan standar bagi perusahaan untuk melakukan investasi jangka panjang, mengintegrasikan dan menerapkan kebijakan terkait aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (Kartika & Hudaya, 2023). Dalam pengelolaan limbah elektronik, penerapan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola dapat mendorong perusahaan untuk beroperasi secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Mengintegrasikan kriteria lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) ke dalam pengelolaan limbah elektronik mencakup berbagai aspek:

Lingkungan: Aspek ini mengharuskan perusahaan untuk mengurangi dampak lingkungan dari operasi mereka dengan menerapkan praktik pengelolaan limbah elektronik yang efektif seperti mendaur ulang komponen elektronik, mengadopsi teknologi ramah lingkungan dalam proses produksi, dan menerapkan konsep pengambilan kembali.

Sosial: Aspek sosial menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan limbah elektronik. Edukasi dan kampanye mengenai pentingnya daur ulang limbah elektronik diperlukan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat. Misalnya, program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dapat diarahkan untuk membangun fasilitas daur ulang dan mendukung inisiatif masyarakat yang berfokus pada pengelolaan limbah elektronik.

Tata Kelola: Tata kelola yang baik diperlukan untuk memastikan perusahaan mematuhi peraturan dan standar yang berlaku. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia memainkan peran penting dalam memperkuat peraturan mengenai limbah elektronik dan memberikan insentif kepada perusahaan yang menerapkan praktik lingkungan, sosial, dan tata kelola.

READ  Peringatan saat ekonomi terbesar di Asia Tenggara melonggarkan pembatasan COVID-19

Inisiatif pemerintah Indonesia

Sebagai bagian dari upaya mengatasi permasalahan limbah elektronik, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan. Peraturan ini mencakup pengelolaan limbah elektronik secara keseluruhan, termasuk pengurangan timbulan, daur ulang, dan pengolahan akhir, termasuk hal-hal berikut:

  1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Tertentu
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pemerintah Indonesia menyusun Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Limbah Elektronik pada tahun 2019, dengan tujuan menciptakan sistem pengelolaan limbah elektronik yang berkelanjutan di Indonesia dengan menerapkan berbagai inisiatif, seperti mengembangkan peraturan, membangun fasilitas daur ulang, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan mendukung penelitian. dan inovasi. . Hal ini termasuk menciptakan lapangan kerja di sektor pengelolaan limbah elektronik dan meningkatkan kemampuan negara dalam mengelola limbah elektronik. Rencana tersebut diluncurkan pada Februari 2020 dan mencakup periode 2020 hingga 2025. Salah satu capaian pengembangan peta jalan pengelolaan limbah elektronik di Indonesia adalah inisiatif sistem pengelolaan limbah elektronik yang dibentuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sistem ini bertujuan untuk menyediakan database komprehensif tentang pengumpul, pendaur ulang, dan tempat pembuangan limbah elektronik dari produsen perangkat elektronik, dan dijadwalkan akan diterapkan pada tahun 2024.

Sinergi antara ESG dan ekonomi sirkular dalam pengelolaan limbah elektronik memberikan solusi berkelanjutan bagi Indonesia. Dengan mengintegrasikan pendekatan ekonomi sirkular dan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola, Indonesia dapat mengurangi dampak limbah elektronik terhadap lingkungan, meningkatkan efisiensi sumber daya, dan menjamin kesejahteraan sosial. Selain itu, penerapan peraturan yang tepat, kerja sama antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat, serta serangkaian inisiatif, sosialisasi dan pendidikan, juga merupakan faktor kunci untuk mencapai pengelolaan limbah elektronik yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Jika seluruh elemen tersebut dipadukan secara sempurna, maka generasi muda Indonesia akan mampu merasakan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan di masa depan.