POSPAPUA

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

KBRI menyalurkan bantuan kepada negara-negara di Sudan barat yang terkena dampak perang Sudan

KBRI menyalurkan bantuan kepada negara-negara di Sudan barat yang terkena dampak perang Sudan

Jakarta (Antara) – Pada Selasa, 18 April, KBRI Khartoum menyalurkan bantuan logistik kepada WNI yang terdampak konflik di Sudan.

“Bantuan tersebut telah disalurkan kepada sekitar 200 WNI korban perang yang sebagian besar adalah pelajar dan pekerja migran,” kata Direktur WNI dan Perlindungan Badan Hukum Kementerian Luar Negeri Guha Nugraha dalam pesan singkatnya, Rabu.

Pengurus KBRI bekerja sama dengan dua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Sudan untuk mendistribusikan bantuan dengan menyisir beberapa wilayah di Arkaweet dan Makmurat yang berjarak 500 kilometer dari zona konflik bersenjata.

Sebelumnya, KBRI juga berhasil membagikan sembako kepada WNI, termasuk 76 mahasiswa yang saat ini berlindung di Auditorium African International University.

Bantuan yang diberikan berupa mie instan, roti, nasi, telur, teh, kopi dan air mineral.

“KBRI dapat memperoleh pasokan pangan di tengah kelangkaan pasokan logistik akibat terhambatnya distribusi barang masuk dan penutupan banyak toko,” kata Nugroho.

Pada 16 April, KBRI juga melakukan pertemuan daring dengan warga WNI di Khartoum dan sekitarnya untuk menyampaikan langkah dan himbauan dari KBRI dalam situasi genting di Sudan.

Sebanyak 1.209 WNI saat ini tinggal di Sudan, dengan mayoritas tinggal di Khartoum, Wad Medani, dan Port Sudan.

Berita terkait: Indonesia akan selalu dukung pembangunan ekonomi Sudan: Utusan

Pertempuran telah berkecamuk sejak Sabtu (15 April) antara Angkatan Bersenjata Nasional Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat paramiliter di dalam dan sekitar Khartoum.

Menurut data yang diberikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, perang tersebut mengakibatkan lebih dari 180 kematian dan 1.800 luka-luka.

Konflik bersenjata tersebut diakibatkan oleh ketidaksepakatan antara dua rival militer atas reformasi militer dan keamanan yang bertujuan untuk mengintegrasikan RSF sepenuhnya ke dalam angkatan bersenjata.

READ  Di balik hiruk-pikuk G7, mahkota ekonomi Inggris telah tergelincir

Perselisihan muncul minggu lalu setelah angkatan bersenjata menyebut kegiatan RSF baru-baru ini sebagai tidak terkoordinasi dan ilegal.

Pada hari Selasa, 18 April, Angkatan Bersenjata Sudan mengadakan perjanjian gencatan senjata sementara dengan pasukan paramiliter.

“Angkatan Bersenjata Sudan akan mematuhi perjanjian gencatan senjata untuk jangka waktu 24 jam mulai dari pukul 18:00 waktu setempat (16:00 GMT) sebagai tanggapan atas seruan masyarakat internasional,” kata Panglima Tertinggi Sudan. Letnan Jenderal Angkatan Bersenjata Abdel Fattah al-Burhan. CNN.

Komandan Pasukan Dukungan Cepat, Mohamed Hamdan Dagalo, mengkonfirmasi pada Selasa pagi bahwa pihaknya telah menyetujui gencatan senjata 24 jam setelah melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken.

“Reporters Without Borders ingin menekankan komitmen kami pada gencatan senjata 24 jam yang telah disepakati untuk memastikan jalan yang aman bagi warga sipil dan evakuasi yang terluka,” kata Daglo.

Seperti dilansir Departemen Luar Negeri AS, Blinken melakukan panggilan telepon terpisah dengan para pemimpin kedua belah pihak.

Blinken menekankan bahwa gencatan senjata sangat penting untuk membuka jalan distribusi bantuan kemanusiaan dan memungkinkan masyarakat internasional hadir di Khartoum selama konflik.

Berita terkait: Tim hukum Indonesia diizinkan masuk ke Sudan

Berita terkait: Indonesia jangkau Sudan soal penyelundupan senjata

Diterjemahkan oleh: Yashinta Difa Pramudyani, Tegar Nurfitra
Editor: Yoni Arisaande Sinaga
Hak Cipta © Antara 2023