SOLO, JAWA TENGAH (ANTARA) – Menteri Agama Yakut Solil Kumas menegaskan agama tidak boleh dijadikan alat politik.
“Agama jangan dijadikan alat perebutan kekuasaan dalam politik. Jangan jadikan agama sebagai alat politik,” tegasnya di Solo, Jawa Tengah, Jumat.
Menkeu mengatakan pemilihan umum hanyalah mekanisme penentuan pemimpin negara, apalagi Indonesia memasuki tahun politik.
“Pemilihan umum adalah sebuah mekanisme, bukan perang atau perjuangan hidup dan mati,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap seluruh masyarakat Indonesia menjaga lingkungan yang baik dan damai menjelang pemilu tahun depan.
“Kita tidak boleh saling membenci atau menghina satu sama lain. Umat beragama harus menyadari bahwa pemilu dan tahun politik hanyalah sarana untuk menentukan pemimpin negara,” ujarnya.
Namun Kumas mengingatkan, memilih pemimpin tidak boleh sembarangan.
“Sebagai umat beragama, kita mempunyai kewajiban untuk memilih pemimpin yang tepat agar agama yang kita anut tetap terjaga. Pemimpin yang kita pilih harus menjamin masyarakat dapat menjalankan ibadahnya tanpa ada hambatan,” ujarnya.
Ia juga mengimbau para pemilih untuk mengecek prestasi calon pemimpin dan tidak tertipu oleh penampilan fisik.
Menurut Menkeu, agama dan politik tidak bisa dipisahkan. Namun agama tidak boleh dijadikan alat politik untuk memenuhi hasrat kekuasaan.
“Jangan jadikan agama untuk memenuhi keinginan merebut kekuasaan. Jangan membenci orang yang berbeda preferensi dengan kita. Kita masih ingat penyalahgunaan agama dalam politik beberapa waktu lalu, saat Pilgub dan Pilpres Jakarta.” Kumas mencatat.
Karena itu, dia meminta semua pihak tetap menjaga agamanya.
“Kita harus memastikan agama kita tidak dijadikan alat untuk memperebutkan kekuasaan. Kita tidak boleh memilih calon yang menggunakan agama untuk kepentingan politiknya,” tegasnya.
More Stories
Anies Baswedan berpeluang maju di Pilkada Jabar: Juru Bicara
Indonesia Atasi Utang Perumahan dengan Subsidi FLPP
Tarian terakhir Jokowi