JAKARTA (ANTARA) – Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dampak perubahan iklim di tingkat lokal telah menimbulkan bencana hidrologi.
Sejak akhir 2019 atau awal La Niña pada 2020, Indonesia mengalami intensitas dan frekuensi curah hujan yang tinggi, kata Abdul Muhari, Pj Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana BNPB.
Hal ini menyebabkan hari-hari tanpa hujan menjadi lebih pendek di daerah-daerah yang sebelumnya memiliki hari-hari panjang tanpa hujan, menurut sebuah acara online pada briefing bencana Senin.
Faktor lingkungan juga berkontribusi terhadap gangguan tersebut. Frekuensi perubahan penggunaan lahan yang tinggi menyebabkan suhu global meningkat.
Di tingkat lokal, dampaknya akan terasa dalam 10-15 tahun ke depan, kata Muhari.
Dampaknya terlihat dalam dua tahun berturut-turut banjir di Sinthang, Kalimantan Barat dan Katingan di Kalimantan Tengah.
Menengok ke belakang, dalam 10 tahun terakhir, banjir jarang terjadi di dua wilayah ini. Banjir di dua kabupaten meningkat akibat perubahan iklim.
Berita Terkait: BNPB kerahkan helikopter untuk mitigasi hutan dan daratan di Kalimantan Selatan
Selain itu, dampak perubahan iklim secara bersamaan menyebabkan banjir dan kebakaran hutan dan lahan. Dia mencatat, peristiwa itu terjadi di Aceh, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Misalnya, banjir dan kebakaran serentak di Sinthang dan Katangan.
“Dua fenomena yang bertolak belakang, air dan panas, air dan api, terjadi secara bersamaan di tempat yang tidak berjauhan,” katanya.
“Saya menyebutnya sebagai dampak perubahan iklim di tingkat lokal,” katanya.
Peristiwa bencana akibat dampak perubahan iklim dalam tiga tahun terakhir telah menimbulkan keprihatinan bagi perusahaan dan pemangku kepentingan di daerah.
Berita Terkait: Warga mengungsikan rumah pascagempa Kepulauan Mentawai: BPBD
More Stories
Anies Baswedan berpeluang maju di Pilkada Jabar: Juru Bicara
Indonesia Atasi Utang Perumahan dengan Subsidi FLPP
Tarian terakhir Jokowi