Ridha Aditya Nugraha dan Yaris Mahardika Putro (The Jakarta Post)
Jakarta / Surabaya ●
Kamis, 13 April 2023
oleh
Jakarta/Surabaya
Negara-negara ASEAN memiliki latar belakang yang luas dalam eksplorasi luar angkasa. Selama beberapa dekade, Indonesia, Thailand, dan Vietnam telah terlibat aktif dalam kegiatan luar angkasa. Indonesia telah menjadi pionir dalam usaha keantariksaan di kawasan ini yang dibuktikan dengan berdirinya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada tahun 1960-an dan suksesnya peluncuran satelit Palapa A1 pada tahun 1976.
Selain itu, Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mendirikan stasiun penerima darat pada tahun 1971, dengan tujuan menggunakan data dari Satelit Teknologi Sumber Daya Bumi NASA 1. Peristiwa paling penting dalam perlombaan antariksa Asia Tenggara adalah partisipasi Vietnam dalam program Interkosmos yang dijalankan Soviet pada tahun 1979, yang sukses besar. Pham Tuan adalah orang Asia pertama yang berpartisipasi dalam eksplorasi ruang angkasa.
ASEAN diberkati dengan keunggulan geografis dalam hal penggunaan teknologi antariksa. Asia Tenggara secara geografis dikelilingi oleh lautan, dengan perikanan menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat di wilayah tersebut. Selanjutnya, negara-negara anggota ASEAN juga bergantung pada pertanian untuk penghidupan.
Teknologi satelit dapat memainkan peran penting dalam produksi komoditas perikanan dan pertanian. Dengan menggunakan teknologi satelit untuk memantau pergerakan ikan, nelayan dapat dengan mudah menemukan hasil tangkapannya. Hal ini tentunya akan menggerakkan roda perekonomian daerah.
Banyak negara anggota ASEAN yang secara geografis terletak di bawah garis khatulistiwa, di sepanjang Ring of Fire. Keunggulan tersebut mengarah pada lokasi strategis untuk pengembangan pelabuhan antariksa terkait peluncuran satelit ke orbit rendah Bumi (LEO) atau orbit geostasioner (GSO). Lebih sedikit gravitasi berarti lebih sedikit bahan bakar yang dibutuhkan.
Berada di kawasan Ring of Fire meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana alam akibat letusan gunung berapi. Teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengurangi dampak bencana alam tersebut.
Terlepas dari keunggulan dan latar belakang sejarahnya, kemajuan kegiatan luar angkasa di kawasan ini agak jarang karena masing-masing negara anggota kurang memiliki rasa persatuan kawasan. Sebagai contoh, beberapa negara ASEAN lebih sibuk mengejar kerja sama bilateral dengan mitra non-ASEAN mereka daripada dengan sesama anggota kelompok. Kerjasama dalam ASEAN di sektor antariksa tidak ada karena kurangnya forum di tingkat regional untuk membahas isu-isu terkait antariksa.
Subkomite Teknologi dan Aplikasi Antariksa (SCOSA), sebuah subkomite dari Komisi Sains, Teknologi, dan Inovasi ASEAN (COSTI), bertanggung jawab atas teknologi dan aktivitas antariksa di tingkat regional. Prioritas SCOSA dari tahun 2016 hingga 2025 meliputi penggunaan satelit informasi geografis, pengembangan satelit mikro dan nano, serta implementasi teknologi ruang angkasa.
Ada alasan kuat untuk mempertimbangkan pembentukan ASEAN atau badan antariksa regional atas dasar kerja sama regional. Saat ini, lima negara anggota ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Timor Leste, bukan merupakan anggota Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penggunaan Luar Angkasa Secara Damai (UNCOPUOS). Brunei Darussalam, Kamboja, Myanmar, dan Timor Leste bahkan belum menandatangani Perjanjian Luar Angkasa 1967, yang disebut sebagai karya besar hukum ruang angkasa.
Dengan mempertimbangkan kemampuan negara-negara anggota ASEAN saat ini dalam kegiatan keantariksaan, tampaknya ruang lingkup kerja sama kawasan harus dibatasi pada kebutuhan dasar yaitu penggunaan satelit.
Negara-negara ASEAN belum mencapai tahap mempromosikan eksplorasi ruang angkasa seperti penambangan ruang angkasa. Oleh karena itu, fakta bahwa kelima negara ASEAN bukan merupakan pihak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Pemanfaatan Luar Angkasa Secara Damai (UNCOPUOS) seharusnya tidak menghalangi upaya untuk mencapai kerja sama regional.
Sebagai alternatif, Yayasan Badan Antariksa Regional dapat menjadi katalis dalam mendorong negara-negara untuk meratifikasi Perjanjian Luar Angkasa 1967 dan bergabung dengan UNCOPUOS. Peluncuran kapal udara China oleh Amerika Serikat beberapa bulan lalu menunjukkan bahwa UNCOPUOS memainkan peran penting dalam menentukan batas wilayah udara dan luar angkasa. Ini hanyalah debat akademis satu dekade yang lalu, tetapi sekarang telah menjadi kenyataan.
Pembentukan badan antariksa regional yang independen bukanlah hal baru. Badan Antariksa Eropa (ESA) dan Organisasi Arab untuk Komunikasi Satelit (ARABSAT) adalah dua contoh lama. Jika bercermin pada pengalaman Badan Antariksa Eropa, independensi badan tersebut menunjukkan bahwa organisasi tersebut tidak terstruktur secara hierarkis oleh Uni Eropa, tetapi tetap terikat oleh sejumlah perjanjian kerja sama. Salah satu contohnya adalah program Galileo untuk sistem navigasi satelit global yang dimulai pada 2016.
Kemandirian finansial dapat dicapai oleh Badan Antariksa ASEAN. Belajar dari Arabsat dan Badan Antariksa Eropa Kedua sumber pendanaan itu berasal langsung dari masing-masing badan antariksa negara anggota, bukan dari Liga Arab atau Uni Eropa. Badan Antariksa ASEAN dapat memilih model pendanaan ESA.
Pembentukan badan antariksa ASEAN dapat memberi Asia Tenggara akses yang lebih banyak dan lebih adil ke aktivitas antariksa. Itu dapat membuat dua kategori program luar angkasa, yang wajib dan sukarela. Rancangan, peluncuran, dan pengoperasian satelit harus mencakup kepentingan mendasar semua negara anggota ASEAN.
Pada fase berikutnya, tujuan lainnya adalah meningkatkan otonomi dalam penyelenggaraan kegiatan keantariksaan di kawasan. Program yang melibatkan penelitian biomedis dan gayaberat mikro, misalnya, hanya akan dilaksanakan bagi mereka yang berminat. Badan Antariksa ASEAN dapat berperan dalam memfasilitasi pertukaran data dan transfer teknologi.
Tahun ini, Indonesia memimpin ASEAN. Ini adalah kesempatan bagi anggota terbesar Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara untuk mendorong lebih banyak kerja sama antariksa di kawasan ini. Pengalaman Indonesia yang luas dalam kegiatan luar angkasa, termasuk peran aktifnya dalam UNCOPUOS, merupakan modal penting. Pembentukan badan antariksa ASEAN akan membawa kawasan ini pada lebih banyak peluang untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan pada akhirnya kesejahteraan rakyat.
***
Ridha Aditya Nograha mengajar studi hukum udara dan ruang angkasa di Universitas Prasitia Mulia. Yaris Mahardika Putro adalah Dosen Hukum Udara dan Antariksa Fakultas Hukum Universitas Surabaya.
Penafian: Pendapat yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan posisi resmi The Jakarta Post.
“Gamer yang sangat menawan. Ahli web. Sarjana TV. Pecandu makanan. Ninja media sosial yang rajin. Pelopor musik hardcore.”
More Stories
Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen hingga 5,5 persen pada tahun 2025.
Indonesia siap menjadi ekonomi hijau dan pusat perdagangan karbon global
Indonesia berupaya menggenjot sektor ritel untuk mendukung perekonomian