Pemerintah Indonesia mengatakan pada hari Jumat akan menerapkan kembali persyaratan penjualan domestik pada minyak sawit, sehari setelah produsen minyak nabati terbesar di dunia itu mencabut larangan ekspornya.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah membuat beberapa kemunduran atas kebijakan kelapa sawitnya sejak November. Larangan ekspor pada akhir April, upaya untuk mengendalikan kenaikan harga minyak goreng domestik, mengejutkan pasar minyak nabati global dan membuat marah petani dengan harga yang lebih rendah untuk produk mereka.
Minyak kelapa sawit, yang digunakan dalam segala hal mulai dari margarin hingga sampo, merupakan sepertiga dari pasar minyak nabati dunia, dengan Indonesia menyumbang sekitar 60 persen dari pasokan.
Jokowi, sapaan akrab presiden republik ini, mengatakan pada Kamis bahwa larangan selama tiga minggu akan berakhir pekan depan, meskipun harga minyak goreng curah masih jauh di atas target pemerintah sebesar 14.000 rupee ($ 0,96) per liter.
Menteri Perekonomian Erlanga Hartarto, Jumat, mengatakan pemerintah akan memberlakukan Komitmen Pasar Domestik (DMO) pada minyak sawit untuk memastikan 10 juta ton minyak goreng tetap di rumah.
“Kemendag akan menentukan besaran Destination Management Office yang harus dipenuhi oleh masing-masing produk dan mekanisme produksi dan distribusi minyak goreng,” kata Menko Perekonomian dalam pengarahan virtual.
Dia mengatakan, Badan Pembelian Pangan Negara, Bulog, akan bertugas membuat timbunan minyak goreng. Mengumumkan dimulainya kembali ekspor, Jokowi mengatakan dia memperkirakan harga minyak goreng akan turun menuju target yang diinginkan, dan berjanji bahwa pihak berwenang akan memantau pasokan dengan cermat.
Pemerintah memberlakukan DMO pada 20 persen dari ekspor perusahaan yang direncanakan pada Januari, dan menaikkannya menjadi 30 persen pada Maret sebelum membatalkannya demi bea ekspor yang lebih tinggi.
Erlanga mengatakan larangan tersebut membantu meningkatkan stok minyak goreng bulanan menjadi 109 persen dari permintaan bulanan dari 33 persen pada Maret, dan memangkas harga rata-rata minyak goreng curah dari 19.800 rupee ($ 1,35) menjadi 17.000 rupee ($ 1,15) per liter. .
Ekonom Nomura mengatakan, “Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa … masalah yang mendahului larangan tersebut belum sepenuhnya diselesaikan, termasuk distribusi dan penyimpanan, yang telah disebut-sebut sebagai kontribusi terhadap tingginya harga minyak goreng domestik.”
Analis Maybank Ong Chee Ting mengatakan harga minyak sawit mentah (CPO) internasional diperkirakan turun setelah keputusan untuk mencabut larangan tersebut.
Bantuan untuk petani yang tinggal di Indonesia
Sedangkan bagi pembeli internasional, ketersediaan minyak sawit Indonesia agaknya akan menekan harga CPO internasional. “Secara keseluruhan, pencabutan larangan ekspor ini melegakan para petani yang berada di Indonesia,” kata Ong dalam catatannya.
Petani Indonesia melakukan protes terhadap larangan ekspor awal pekan ini.
Harga buah kurma dalam negeri telah turun hampir 70 persen sejak larangan tersebut, Jours Manurong, presiden kelompok petani kecil Indonesia APKASINDO, mengatakan dalam sebuah pernyataan, dan menyambut baik langkah untuk membuka kembali ekspor.
Larangan ekspor ke Indonesia menunjukkan betapa pentingnya minyak sawit bagi negara, kata Gullat.
Petani dan kelompok industri merasa lega dengan pelonggaran larangan tersebut. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Eddy Martono mengatakan dengan produksi dalam negeri yang melimpah, seharusnya tidak ada masalah dalam penerapan DMO.
Kontrak patokan minyak sawit Malaysia awalnya turun sekitar 2 persen tetapi rebound untuk mendapatkan lebih dari 3 persen karena pasar menyerap berita DMA.
Nilai rupiah Indonesia naik 0,47 persen, dan indeks Bursa Efek Jakarta naik sekitar 1,75 persen.
More Stories
Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen hingga 5,5 persen pada tahun 2025.
Indonesia siap menjadi ekonomi hijau dan pusat perdagangan karbon global
Indonesia berupaya menggenjot sektor ritel untuk mendukung perekonomian