POSPAPUA

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

Pengamat menilai larangan ekspor minyak goreng mencerminkan kekecewaan pemerintah

Pengamat menilai larangan ekspor minyak goreng mencerminkan kekecewaan pemerintah

Tempo.co., JakartaDirektur Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) Bhima Yudhisthira Adinekara mengecam kebijakan pelarangan yang dilakukan Presiden Joko Widodo atau Djokovic. Minyak goreng Ekspor dan bahan bakunya.

Skema itu dianggap sebagai langkah mendadak karena perusahaan hanya diberi waktu 5 hari untuk mengumumkan pada 22 April dan mulai berlaku mulai 28 April.

Dalam diskusi virtual dengan Transparency International Indonesia pada Senin, 25 April, Bima mengatakan, “Saya pikir ini adalah kebijakan yang diambil karena frustrasi.

Pengamat menjelaskan, produksi minyak sawit mentah atau CPO diproyeksikan mencapai 50 juta ton pada 2022. Sedangkan kebutuhan palmolin yang dimurnikan, diputihkan, dan dihilangkan baunya (RBD) yang digunakan dalam minyak goreng hanya 5-6 juta ton atau hanya 10 persen dari total kebutuhan CPO.

“Jadi pertanyaan besarnya, kalau ada larangan ekspor total, sisa barangnya akan dibawa ke mana?” Dia mengatakan kapasitas industri tidak akan cukup untuk menampung sisa stok yang dilarang ekspor.

Djokovic memutuskan pada 22 April untuk melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya karena harga komoditas di pasar domestik terus meningkat.

Bhima menilai kebijakan itu akan merugikan petani dalam negeri karena harga tandan buah segar (TBS) atau sawit Tandon Pua Sehgar (TBS) turun tajam. Selain itu, perusahaan mulai mengurangi pembelian minyak sawit dari usaha kecil. “Petani Malaysia yang menjadi rival Indonesia akan diuntungkan [from this policy]”Dia menambahkan.

Kebijakan tersebut juga diperkirakan akan merugikan devisa Indonesia sebesar Rp43 triliun jika diterapkan selama sebulan penuh.

Bhima berpendapat bahwa larangan lebih lanjut harus diberlakukan Minyak goreng Ekspor berpotensi memicu trade retaliasi dari negara-negara yang membutuhkan impor CPO, terutama dari India, Pakistan, dan China. Sebagai penutup, dia berkomentar bahwa kebijakan ini tidak efektif menekan harga minyak goreng karena hukum pasar tidak sesederhana itu.

READ  Papua harus meninggalkan sistem nokan pada pemilu mendatang

Melangkah: Djokovic akan melarang ekspor minyak goreng dan bahan-bahannya mulai minggu depan

Fajar Pepriando