POSPAPUA

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

Selius: Indonesia membutuhkan 892 triliun rupiah pada tahun 2045 untuk inisiatif reformasi ekonomi | DALAM

Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELUS) mencatat bahwa Indonesia membutuhkan setidaknya Rp 892,1 triliun (US$54,7 miliar) pada tahun 2045 untuk menerapkan strategi reformasi ekonomi di berbagai sektor.

Ekonomi restorasi merupakan model pembangunan yang mengutamakan praktik lingkungan dan sosial yang berkelanjutan.

Negara ini membutuhkan sekitar 37 triliun rupiah setiap tahunnya untuk mencapai tujuan tersebut, kata Direktur Kebijakan Publik Selius, Hyudi Askar.

Hal itu dibenarkan Askar saat peluncuran laporan bertajuk “Model Ekonomi Baru: Dukungan Finansial untuk Ekonomi Reformasi” pada Kamis, 25 Juli 2024.

Meskipun kesadaran akan praktik-praktik berkelanjutan semakin meningkat, Indonesia kekurangan pendanaan untuk inisiatif ekonomi restoratif, dan sering tertinggal dalam upaya mitigasi energi terbarukan dan perubahan iklim.

Askar mengidentifikasi dua tantangan utama dalam mencapai tujuan tersebut: kesenjangan investasi dan terbatasnya kebijakan yang mendukung reformasi pembangunan ekonomi.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Selius merekomendasikan penerapan model perpajakan progresif dan berkelanjutan di Indonesia. Langkah-langkah yang diusulkan mencakup pajak karbon, pajak atas produksi batu bara, pajak atas keuntungan tak terduga, dan pajak atas orang kaya.

Laporan Celios menunjukkan bahwa langkah-langkah ini dapat menghasilkan tambahan rupee sebesar 222 triliun hingga 241 triliun setiap tahunnya, yang dapat dialokasikan untuk membiayai inisiatif reformasi ekonomi.

“Langkah-langkah perpajakan yang inovatif ini dapat memberikan opsi pembiayaan untuk mendukung inisiatif reformasi tanpa menambah beban utang dan membebani struktur keuangan saat ini,” kata Askar.

Ia mencontohkan perkiraan pendapatan negara dari pajak berkelanjutan dan progresif tersebut, dengan proyeksi antara lain pajak karbon sebesar Rp69,75 triliun, pajak rejeki nomplok sebesar Rp42,71 triliun, pajak rejeki nomplok sebesar Rp28,76 triliun, dan pajak rejeki nomplok sebesar Rp81,56 triliun orang kaya.

READ  Pemegang aset menunjukkan risiko sosial dalam perjalanan mereka menuju 'transisi yang adil' | Pemilik aset

Presiden Aliansi Ekonomi Riil, Geeta Syahrani, menekankan manfaat ekonomi dan lingkungan dari ekonomi restoratif, dan mencatat bahwa hal ini memberikan peluang finansial yang signifikan bagi masyarakat.

Ia mencatat, potensi Indonesia di sektor ini sangat besar, namun memerlukan pengelolaan yang lebih baik di tingkat atas.

Ekonomi restorasi yang berfokus pada menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin keberlangsungan alam memberikan banyak manfaat bagi manusia.

Sihrani mencatat bahwa nilai tambah di sektor ini termasuk yang tertinggi, dengan menyebut industri kecantikan sebagai contoh di mana konsumen bersedia membayar harga premium untuk produk perawatan pribadi yang berasal dari keanekaragaman hayati Indonesia yang dikelola secara berkelanjutan.

Sehrani mengatakan dalam podcast bertajuk “Dapatkah ekonomi berbasis alam menghasilkan pendapatan?” Dicatat pada 4 Juni 2024: “Nilainya sungguh besar, namun kita perlu menjadi lebih baik di sektor hulu dan memastikan pengelolaannya benar-benar regeneratif.”

Ia mencatat bahwa bahkan komoditas seperti kelapa sawit, yang telah menjadi monokultur, dapat menawarkan peluang untuk memitigasi dampak negatifnya dengan mengelolanya secara lebih berkelanjutan, dan mematuhi komitmen seperti tidak melakukan deforestasi dan tidak mengeksploitasi lahan gambut.

Mengelola sumber daya alam dalam perekonomian pemasyarakatan juga dapat menciptakan banyak lapangan kerja, dengan melibatkan masyarakat lokal dalam pembangunan berkelanjutan sumber daya tersebut.