POSPAPUA

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

Penyelidikan skandal penambangan pasir Lombok berlanjut seiring Indonesia melanjutkan ekspor

Penyelidikan skandal penambangan pasir Lombok berlanjut seiring Indonesia melanjutkan ekspor

  • Setelah lebih dari satu dekade beroperasi, sebuah tambang pasir di lepas pantai timur pulau Lombok, Indonesia, telah ditutup di tengah penyelidikan korupsi.
  • Penutupan ini terjadi ketika Indonesia mencabut larangan ekspor pasir yang telah berlaku selama lebih dari dua dekade.
  • Kelompok masyarakat sipil mengatakan keputusan untuk melanjutkan ekspor pasir dapat meningkatkan erosi pantai di negara kepulauan terbesar di dunia tersebut.

Lombok Timur, Indonesia – Taktir telah melakukan protes terhadap penambangan pasir selama bertahun-tahun di rumahnya di pantai timur Lombok, sebuah pulau di sebelah timur Bali di provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Saat itu, ia dituduh melakukan pencemaran nama baik, sebuah tindak pidana di Indonesia, dan sering dipanggil polisi untuk dimintai keterangan.

“Saya dipanggil berkali-kali, tapi syukurlah saya tidak datang ke pengadilan,” kata Taktir Mongabai kepada Indonesia sambil berdiri di kaki bukit kecil di pesisir pantai Kecamatan Bryngabaya.

Seorang warga menyusuri tepian kolam besar hasil pengerukan pasir laut oleh PT AMG di pantai yang dulunya landai. Oksida besi yang diekstraksi dari pasir tersebut dapat diolah menjadi besi dan baja. Gambar oleh Fadul Rakman/Mangabai Indonesia.

Nasib Taktir berubah tahun lalu, setelah penyelidik menyelidiki tokoh-tokoh di balik tambang tersebut – banyak di antaranya kini telah hadir di pengadilan.

Pada tahun 2011, pengembangan pantai dimulai setelah PT Anugra Mitra Graha (AMG) memperoleh izin berdurasi 15 tahun untuk menambang pasir seluas 1.348 hektar (3.330 hektar) di area yang dikenal sebagai Blok Tedalbag di pantai timur Lombok.

Banyak masyarakat Lombok Timur yang memprotes rencana pengerukan di sekitar Pantai Tedelbach. Kekhawatiran termasuk Kurangnya konsultasi terlebih dahulu dengan masyarakat yang terkena dampak, dampak terhadap lahan pertanian di sekitarnya dan gangguan terhadap nelayan setempat.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), sebuah kelompok penekan nasional, pada dekade sebelumnya 330.000 nelayan di Indonesia telah meninggalkan industri yang sebelumnya mempekerjakan 2,2 juta orang.Industri ekstraktif, termasuk penambangan pasir, disebut-sebut sebagai pendorong utama pensiunnya nelayan dari bisnis ini.

Selama lebih dari satu dekade, para demonstran berkumpul setiap tahun untuk menyatakan penolakan terhadap tambang tersebut. Saat terjadi konflik pada tahun 2015, sekelompok orang membakar peralatan perusahaan dan kendaraan polisi.

PT Anura Mitra Graha melanjutkan aktivitasnya melalui protes sosial selama bertahun-tahun, menghentikan penambangan hanya setelah terlibat kasus korupsi. Gambar oleh Fadul Rakman/Mangabai Indonesia.

Namun PT Anukra Mitra Graha terus melakukan penambangan pasir hingga penyidik ​​menemukan bukti adanya aktivitas kriminal yang ekstensif.

“Begitu korupsi menjadi masalah, operasional di sini ditutup,” kata Takdir sambil menunjuk jalan di samping pasar Bogading menuju pantai Detalbagh. “Biasanya truk-truk besar melewati jalan ini setiap hari.”

Jaksa telah menetapkan delapan tersangka terkait proyek pasir PD Anukra Mitra Graha.

Terdakwa termasuk eksekutif dari PT Anukra Mitra Graha, mantan kepala dinas energi dan mineral provinsi Nusa Tenggara Barat, dan dua pejabat dari Lapuhan Lombok, sebuah pelabuhan kecil yang menghubungkan Lombok Timur dengan pulau tetangga, Sumbawa.

Jaksa mendakwa PT Anukrah Mitra Graha tidak melibatkan pihak ketiga untuk menghitung perkiraan produksi sesuai peraturan pertambangan dan standar nasional Indonesia yang dikenal dengan SNI.

Aktivis sosial Taktir berdiri di depan mesin yang digunakan untuk mengekstraksi pasir besi di pantai Thedalbagh. Gambar oleh Fadul Rakman/Mangabai Indonesia.

Perusahaan pertambangan di Indonesia harus menyerahkan rencana kerja untuk mendapat persetujuan Departemen Energi dan Mineral.

Namun rencana kerja AMG tahun 2021 belum mendapat persetujuan dari Kementerian ESDM. Ia memblokir rekening perusahaan untuk keperluan pembayaran royalti, dan royalti tahun anggaran 2021 belum dibayarkan.

Meski tidak memenuhi persyaratan dasar tersebut, perusahaan tetap berdagang, menjual pasir besi ke beberapa perusahaan di seluruh Indonesia tanpa membayar royalti kepada pemerintah. Pengacara Fajar Alamsya Malo mengatakan kepada pengadilan bahwa hal ini mengakibatkan hilangnya uang negara sebesar 36 miliar rupee ($2,3 juta).

Selain itu, bukti pembayaran royalti juga merupakan prasyarat bagi perusahaan yang meminta izin dari otoritas pelabuhan untuk mengirimkan kargo.

Jaksa mengatakan PT Anugra Mitra Graha mencoba mencabut larangan tersebut pada tahun 2021, ketika mereka membayar surat kepada Kepala Dinas Energi dan Mineral Nusa Tenggara Barat yang menunjukkan bahwa urusan perusahaan dalam keadaan baik-baik saja.

Perusahaan kemudian menyerahkan surat tersebut kepada otoritas pelabuhan di Lapuhan Lombok.

Perusahaan tersebut dituduh mengulangi proses tersebut pada tahun 2022 dengan membeli dokumen dari pemerintah daerah untuk diserahkan kepada otoritas pelabuhan.

Pengacara Fajar Alamsya Malo, kepala Departemen Energi dan Mineral di Nusa Tenggara Barat, menerima dua kali uang sebesar 25 juta rupiah ($1.620). Sebanyak 250 juta rupee ($16.200) telah dibayarkan kepada petugas polisi, kata gugatan tersebut.

Tumpukan pasir dan genangan air terbentuk akibat operasi penambangan pasir yang dilakukan PT Anura Mitra Graha (AMG). Gambar oleh Fadul Rakman/Mangabai Indonesia.

Pasir merupakan komoditas kedua yang paling banyak digunakan di dunia setelah air, dengan produksi global sekitar 50 miliar ton per tahun.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, namun data resmi menunjukkan bahwa Indonesia memproduksi pasir yang dibutuhkan untuk segala hal mulai dari semen, jendela kaca, hingga serpihan silikon dalam jumlah yang relatif sedikit.

Skandal pasir Lombok Timur dibawa ke pengadilan pada saat yang sama ketika Presiden Joko Widodo mencabut larangan ekspor pasir yang telah berlaku selama dua dekade.

“Peraturan ini memperbolehkan pengerukan, ekstraksi dan ekspor pasir laut, yang tentunya akan menghancurkan ekosistem laut,” kata Greenpeace Asia Tenggara dalam sebuah pernyataan pada bulan Mei sebagai tanggapan terhadap perubahan tersebut.

“Langkah ini juga akan mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil di sekitar area tambang karena mengubah kontur dasar laut yang mempengaruhi bentuk arus dan gelombang laut,” kata Aftilla, juru kampanye kelautan di Greenpeace Indonesia. “Kita perlu mempertimbangkan potensi kerugian yang diderita masyarakat pesisir yang terkena dampak langsung perubahan lingkungan akibat penambangan pasir laut.”

Kisah ini dilaporkan dan pertama kali diterbitkan oleh tim Mongabay di Indonesia Di Sini pada kita situs indonesia Pada tanggal 5 November 2023.

Petani Indonesia yang memprotes penambangan bijih besi melawan sultan

Masukan: Gunakan formulir ini Kirim pesan ke penulis postingan ini. Jika Anda ingin mengirimkan komentar publik, Anda dapat melakukannya di bagian bawah halaman.