POSPAPUA

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

Pendekatan Berbasis Gender untuk Adaptasi Perubahan Iklim: Makalah Advokasi dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia – Indonesia

Pendekatan Berbasis Gender untuk Adaptasi Perubahan Iklim: Makalah Advokasi dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia – Indonesia

lampiran

Ringkasan

Latar belakang penelitian

Indonesia sangat terpengaruh oleh perubahan iklim global.
Selain berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan, perubahan iklim berkontribusi secara langsung dan tidak langsung terhadap kemerosotan ekonomi dan perlambatan pembangunan di wilayah tersebut, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di banyak daerah pedesaan.
Sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia, Lombok menghadapi risiko besar dari dampak perubahan iklim. Lombok diperkirakan akan menghadapi ancaman yang semakin parah terhadap hasil panen karena peningkatan suhu udara dan perubahan pola musim hujan: hal ini akan mengganggu metabolisme tanaman dan meningkatkan frekuensi penyakit dan hama tanaman akibat peningkatan kelembaban. Penurunan hasil panen juga menghadirkan lebih banyak ancaman bagi mata pencaharian petani dan juga berdampak parah pada ketahanan pangan, yang dapat menyebabkan penurunan ekonomi yang signifikan. Dampak perubahan iklim paling kuat dirasakan di wilayah pesisir, yang berdampak buruk pada sektor ekonomi bernilai tinggi seperti pelayaran, perikanan, perdagangan, dan pariwisata.
Untuk mengatasi dampak di Lombok dan meminimalkan dampak perubahan iklim di masa depan, sangat penting untuk mengambil tindakan sekarang untuk beradaptasi dan membangun ketahanan, terutama untuk kelompok rentan seperti perempuan dan anak perempuan yang menghadapi hambatan tambahan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.
Mengingat dampak perubahan iklim yang semakin nyata, Islamic Relief bersama IPB University melakukan kajian komprehensif untuk mengkaji kerentanan perempuan dan anak perempuan terhadap bencana perubahan iklim, serta faktor-faktor yang menghambat adaptasi mereka, di Pulau Lombok. Temuan dari penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat yang mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim; Serta meningkatkan integrasi isu gender ke dalam perencanaan pembangunan di tingkat lokal, nasional dan global.

READ  Perlunya mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di ASEAN: Menteri

pendekatan dan metodologi

Penelitian dilakukan pada bulan April 2022 hingga November 2022 dengan metode kuantitatif dan deskriptif. Data dan informasi dikumpulkan dari tinjauan pustaka, survei lapangan, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (FGD), dan konsultasi pemangku kepentingan. Survei lapangan dilakukan dengan tiga cara; survei rumah tangga (dengan kategori responden termasuk pria dan wanita menikah, anak laki-laki dan perempuan); wawancara mendalam (dengan kategori responden termasuk perempuan belum menikah/lajang dan penyandang disabilitas); Key Informant Interview (KII) dan Focus Group Discussion (dengan kelas responden yang meliputi organisasi organ daerah (OPD) dan organisasi masyarakat (CSO). Setiap kelas responden diambil untuk mewakili karakteristik wilayah pesisir, dataran tinggi dan perkotaan Lombok .Jumlah responden dari survei adalah Lapangan 311, tersebar di seluruh pulau.

Dampak dan peran kelompok rentan dalam perubahan iklim

Menurut International Panel on Climate Change (IPCC) (2022), dampak perubahan iklim akan terdistribusi secara berbeda antar wilayah, generasi, kelas sosial, kelompok pendapatan, pekerjaan dan gender. Karena perubahan iklim memperburuk kondisi ketidaksetaraan dan kerentanan yang sudah ada sebelumnya, telah ditentukan bahwa perubahan iklim dapat berdampak negatif pada kehidupan kelompok rentan, seperti perempuan dan anak perempuan (UNICEF, 2011). Dampak perubahan iklim yang dirasakan perempuan dalam penelitian ini meliputi kerugian finansial dan dampak kesehatan fisik dan psikologis. Hampir semua wanita yang berpartisipasi dalam penelitian ini merasakan dampak kesehatan dari perubahan iklim, sementara lebih dari 50 persen melaporkan penurunan pendapatan dan 40 persen melaporkan kesulitan memenuhi kebutuhan keuangan mereka.
Dampak perubahan iklim terhadap anak-anak terutama terlihat dari segi efek kesehatan seperti meningkatnya frekuensi penyakit seperti influenza atau batuk dan hilangnya pendidikan. Menurut penelitian ini, lebih dari 60 persen anak melaporkan bahwa mereka harus bolos sekolah karena bencana, banjir, dan hujan lebat. Selain itu, anak perempuan dilaporkan merasakan peningkatan risiko putus sekolah, karena pendapatan keluarga menurun karena perubahan iklim dan orang tua berjuang untuk membayar biaya sekolah. Bagi penyandang disabilitas (Penyandang Disabilitas), dampak perubahan iklim yang paling kuat terkait dengan kesehatan, antara lain meningkatnya frekuensi diare, nyeri, lesu, sakit kepala, sakit perut, dan influenza. Penyandang disabilitas juga menghadapi tantangan fisik dan keuangan akibat perubahan iklim, seperti hilangnya pendapatan karena sumber daya alam menjadi semakin langka dan tidak dapat diakses.

READ  Arus keluar skala besar dari pasar negara berkembang Asia memiliki ruang untuk dijalankan