Kanasugi Kenji (Jakarta Post)
Jakarta ●
Sabtu 12 Maret 2022
“Teknologi Jepang membuat hidup kita nyaman. Namun, apakah menurut Anda teknologi tersebut tidak berdampak negatif bagi lingkungan?” Saya sering mendapat pertanyaan seperti ini dari mahasiswa di Indonesia. Sementara agenda global saat ini mencari ‘pembangunan berkelanjutan’, saya merasa bahwa generasi muda Indonesia melihat ‘keramahan lingkungan’ sebagai prioritas utama.
Dengan tujuan untuk menjadi salah satu dari lima ekonomi teratas pada tahun 2045, Indonesia dengan cepat mengembangkan infrastrukturnya dan kaum mudanya menyaksikan perubahan ini setiap hari. Ini juga merupakan era Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di mana “pembangunan” harus menjawab tantangan global, seperti transisi energi, perubahan iklim, polusi udara dan air, pengurangan risiko bencana dan keanekaragaman hayati.
Di Indonesia, yang kekayaan dan kekayaan alamnya telah dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang pesat, tantangan-tantangan ini dengan mudah muncul dalam kehidupan sehari-hari kaum muda, sehingga rasa urgensi untuk mengatasinya mungkin lebih kuat daripada di tempat lain di dunia.
Jepang juga mengalami rasa urgensi yang sama dari tahun 1960-an hingga 1980-an ketika masalah lingkungan terjadi di mana-mana di seluruh negeri. Maklum, generasi muda di Indonesia tidak ingin mengikuti jalan yang sama dan percaya bahwa semakin hijau ekonomi, semakin baik.
Namun, mencapai pembangunan berkelanjutan, yang cenderung disalahpahami sebagai sekadar mengatasi masalah lingkungan, adalah proses yang jauh lebih kompleks. Resolusi PBB “Mengubah dunia kita: Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan” menyatakan bahwa kita “berkomitmen untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dalam tiga dimensinya – ekonomi, sosial dan lingkungan – secara seimbang dan terintegrasi.”
Tak perlu dikatakan, jika kita mengorbankan lingkungan demi pertumbuhan ekonomi, pembangunan tidak akan berkelanjutan. Demikian juga, jika kita kehilangan kemakmuran ekonomi melalui fokus yang berlebihan pada lingkungan, maka pembangunan juga tidak akan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan tidak berarti menghentikan perubahan. Sebaliknya, ini tentang menemukan solusi realistis di dunia yang berubah dengan cepat.
Jepang memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam mempromosikan konsep ini di bidang pendidikan, khususnya melalui Education for Sustainable Development (ESD). Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan bertujuan untuk memberdayakan peserta didik untuk membuat keputusan yang tepat dan mengambil tindakan yang bertanggung jawab terhadap keamanan lingkungan dan kelangsungan ekonomi tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi mendatang.
Jepang mengusulkan konsep ini pada tahun 2002 di KTT Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan. Di Jepang, lebih dari 1.000 sekolah kini menjadi anggota UNESCO Associated Schools Network (ASPnet), yang mengimplementasikan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan melalui berbagai kegiatan sekolah. Beberapa sekolah telah memilih pengurangan risiko bencana sementara yang lain memilih keberlanjutan budaya sebagai topik pembelajaran pembangunan berkelanjutan.
Setiap sekolah mendiskusikan solusi untuk komunitas lokalnya tentang bagaimana mencapai keberlanjutan dengan menyeimbangkan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. Kegiatan ESD tidak hanya dilakukan di dalam sekolah, tetapi terkait dengan berbagai pemangku kepentingan di luar sekolah, seperti pemerintah daerah, LSM dan pihak swasta.
Sebagai negara terkemuka dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, Pemerintah Jepang menetapkan “UNESCO-Japan Prize for Education for Sustainable Development” pada tahun 2014 untuk menunjukkan praktik yang baik di seluruh dunia. Di antara 18 pemenang sejauh ini, dua berasal dari Indonesia: Jayagiri Center (Bandung) pada tahun 2015 dan Yayasan Kalpia (Papua Barat) pada tahun 2018. Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara yang mengimplementasikan kegiatan pemenang penghargaan. Hanya Inggris dan Jerman yang mendapatkan penghargaan lebih dari satu kali bersama dengan Indonesia. Jelas bahwa Indonesia aktif dalam melaksanakan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.
Selain sekolah ASPnet, Indonesia juga memiliki Sekolah Adiwiyata, sebuah inisiatif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memberikan penghargaan kepada sekolah-sekolah yang berpartisipasi dalam pendidikan lingkungan. Jumlah sekolah Adiwiyata sekarang melebihi 3.000 jumlahnya.
Sekolah-sekolah ini tidak hanya belajar secara akademis tentang isu-isu lingkungan. Siswa juga berkolaborasi dengan masyarakat setempat dan belajar bagaimana secara aktif mempromosikan kehidupan yang ramah lingkungan. Beberapa sekolah bahkan menghasilkan pendapatan dengan mengumpulkan botol plastik atau membuat kompos menggunakan sampah hijau dari pasar basah.
Anak-anak menyadari bahwa pembangunan berkelanjutan adalah sesuatu yang dapat mereka capai dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berpikir kreatif tentang apa yang dapat mereka lakukan sendiri untuk mengubah komunitas mereka.
Tumbuhnya minat dalam pembangunan berkelanjutan dalam pendidikan juga banyak berkaitan dengan reformasi pendidikan di Indonesia dan Jepang. Di zaman di mana perubahan yang cepat dan berlangsung lama terjadi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, anak-anak harus mampu berpikir, mengekspresikan diri, dan mencari jawaban baru dan persuasif atas pertanyaan mereka.
Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, anak-anak perlu mengatasi masalah tanpa terbatas pada solusi individu, dan berdiskusi secara kolaboratif dengan berbagai pemangku kepentingan. Di Jepang, standar kurikulum nasional direvisi pada 2020. Di Indonesia, kurikulum baru, Kurikulum Merdeka, diluncurkan pada Februari.
Kedua reformasi bertujuan untuk membekali siswa dengan kompetensi seperti kreativitas, pemikiran kritis, pemecahan masalah dan kerja kolaboratif. Semua keterampilan ini penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Jepang memiliki harta karun pelajaran dari pengalaman kami sendiri dalam pertumbuhan pesat pembangunan yang dapat kami bagikan dengan Indonesia. Pada saat yang sama, Indonesia berada di garis depan dalam menghadapi tantangan global di tengah perkembangan ekonominya.
Harus ada ide-ide inovatif yang dapat kita bagikan dengan seluruh dunia jika kedua negara kita bekerja sama. Misalnya, sekolah Adiwiyata di Jakarta membuat mural seni dengan sekolah ASPnet Jepang. Kedua sekolah berpartisipasi dalam kegiatan yang mempromosikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dan siswa mereka berdiskusi online tentang topik mural.
Generasi muda akan membentuk masa depan kita. Mari saling berbagi dan belajar – Indonesia dari Jepang dan Jepang dari Indonesia.
***
Penulis adalah duta besar Jepang untuk Indonesia.
“Gamer yang sangat menawan. Ahli web. Sarjana TV. Pecandu makanan. Ninja media sosial yang rajin. Pelopor musik hardcore.”
More Stories
Indonesia siap menjadi ekonomi hijau dan pusat perdagangan karbon global
Indonesia berupaya menggenjot sektor ritel untuk mendukung perekonomian
Ekonomi perawatan di Indonesia