POSPAPUA

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

Maluku Utara adalah episentrum kekuatan nikel Indonesia, tetapi kekayaan menurun?

Maluku Utara adalah episentrum kekuatan nikel Indonesia, tetapi kekayaan menurun?

Pencabutan larangan nikel dapat mempengaruhi pertumbuhan regional

Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara antara lain dapat dikaitkan dengan upaya Jokowi untuk mengembangkan kemampuan hilirisasi industri tertentu, khususnya sektor pertambangan dan logam.

Indonesia juga memberlakukan larangan ekspor bijih nikel sejak Januari 2020 untuk mendukung industri hilirnya. Hilir berarti barang tersebut memiliki nilai tambah yang lebih tinggi ketika akhirnya dijual.

Namun Uni Eropa menentang larangan Indonesia mengekspor bijih nikel. Indonesia telah digugat di Organisasi Perdagangan Dunia. Serikat pekerja berpendapat bahwa pembatasan ekspor Indonesia merugikan industri baja nirkaratnya.

Panel WTO memenangkan UE, tetapi Indonesia mengajukan banding pada Desember tahun lalu.

Ekonom Bhima Yudhistira dari Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS) yang berbasis di Jakarta mengatakan, jika Indonesia kehilangan daya tariknya, maka akan kehilangan realisasi investasi yang signifikan.

Artinya, perusahaan asing yang telah berinvestasi di pusat peleburan seperti IWIP dan IMIP dapat menarik diri dan memutuskan hanya mengimpor bahan mentah.

“Misalnya, China akan lebih cenderung mengimpor bijih mentah dibandingkan dengan kebutuhan untuk memperluas pabrik peleburan nikel di Indonesia,” kata Yudhistira.

Bapak Muhammad Faisal, Direktur Eksekutif Center for Economic Reform Indonesia, sebuah think tank yang berfokus pada penelitian di bidang ekonomi dan industri, memiliki pendapat yang sama.

“Ini akan mengganggu pembangunan proses smelter dan turunannya, serta akan berdampak pada daerah-daerah yang menggenjot investasi tambang seperti Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.”

Implikasi yang mungkin terjadi adalah bahwa pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara—yang digambarkan Jokowi sebagai yang tertinggi secara global—mungkin tidak akan berkelanjutan dalam jangka panjang.

Kepala Badan Pusat Statistik Maluku Utara, Aidil Adda, mengatakan kepada CNA bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tahun lalu karena volume penambangan besi dan ekspor. Feronikel adalah paduan yang mengandung sekitar 25 sampai 40 persen nikel dan sekitar 60 persen besi.

READ  Rangkuman pertemuan tingkat menteri virtual dari Forum Ekonomi Utama tentang Energi dan Iklim

“Produk baru akan selalu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tapi ketika produksi stabil, pertumbuhan ekonomi akan stabil,” kata Al-Adha. Ketika itu terjadi, perkirakan pertumbuhan ekonomi daerah itu antara 10 dan 15 persen.

Ada mencatat bahwa situasi serupa terjadi di Morwali, Sulawesi Tengah di mana industri manufaktur membantu merangsang ekonomi di sana hingga 20 persen pada awalnya. Sekarang pada tingkat pertumbuhan yang stabil antara 10 dan 14 persen, katanya.