TEMPO.CODan Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendukung upaya peningkatan usaha di Indonesia cokelat atau produktivitas dan daya saing industri pengolahan kakao. Apalagi potensi Indonesia sangat besar, saat ini didukung oleh 11 industri pengolahan kakao antara dengan kapasitas 739.250 ton per tahun, 900 industri pengolahan cokelat dengan kapasitas 462.126 ton per tahun, dan 31 industri pengrajin cokelat/kacang berkapasitas 1.242 ton. per tahun.
Pada tahun 2021, nilai ekspor produk kakao setengah jadi, seperti kakao cair, mentega kakao, bungkil kakao, dan bubuk kakao, melebihi 1,08 miliar dolar AS. Kontribusi devisa yang sangat besar, secara positif mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Dari sisi volume, ekspor produk cokelat mencapai 319.431 ton atau 85 persen dari total produksi nasional dengan teridentifikasi 96 negara, antara lain Amerika Serikat, India, China, Estonia, dan Malaysia. Dari sisi industri pengolahan cokelat, Indonesia menduduki peringkat pertama. ,” kata General Manager Industri Pertanian Kemenperin Putu Guli Ardika, di Jakarta, Sabtu, 21 Januari 2023, merupakan yang ketiga di dunia, setelah Belanda dan Pantai Gading.
Dirjen Industri Pertanian menyatakan pihaknya proaktif mendorong kemitraan antara industri pengolahan kakao dan petani untuk menjaga kelangsungan produksi kakao di Indonesia serta meningkatkan kualitas dan produktivitas bahan baku. Selain itu, Kementerian Perindustrian berupaya mendorong peningkatan produk akhir dan nilai tambah melalui diversifikasi produk dan pengembangan rasa kakao yang baik berdasarkan indikasi geografis. Salah satunya adalah mengembangkan cokelat atau kacang artisanal menjadi batangan.
Saat ini pangsa pasar cokelat artisanal hanya 2 persen dari konsumsi cokelat dalam negeri yang didominasi oleh cokelat industri dan confectionery. Bhutto mengatakan cokelat artisanal memiliki peluang untuk mengisi hingga 10 persen saham di Indonesia.”
Bahan baku cokelat buatan adalah biji kakao premium yang difermentasi dengan baik dengan harga Rs 50.000 per kilogram atau 43 persen lebih tinggi dari nilai biji kakao yang dibeli oleh industri. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani kakao dan keberlanjutan kakao di Indonesia.
“Kemenperin akan mendorong pengembangan cokelat handmade. Cokelat artisanal Indonesia tidak kalah kualitasnya dengan produsen cokelat internasional,” tambah Putu. Beberapa waktu lalu, Dirjen Industri Pertanian bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) melakukan kunjungan kerja khusus (kunspik) ke PT Papandayan Cocoa Industries (Barry Callebaut) di Bandung, Jawa Barat.
Wakil Ketua Panitia VII DPR RI yang juga Ketua Tim Kunspik Panitia Ketujuh Eddy Soeparno menegaskan pihaknya mendorong pengembangan industri pengolahan kakao di daerah. Sebab, menurutnya, sekitar 15 tahun lalu, Indonesia berhasil menjadi produsen bahan baku kakao terbesar dunia, yaitu biji kakao.
Managing Director PT Papandayan Cocoa Industries (Barry Callebaut), Ciptadi mengungkapkan, sejak 2004 hingga 2011, Indonesia memproduksi 500.000 hingga 600.000 ton biji kakao per tahun, namun perkiraan saat ini hanya menghasilkan 200.000 ton per tahun.
“Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah aktif membantu sekitar 40.000 petani kakao untuk bersama-sama membangun sektor industri pengolahan kakao. Namun, kami juga membutuhkan bantuan pemerintah dalam hal bibit, lahan, pupuk, dan akses permodalan agar kakao ini petani dapat kembali ke kejayaan mereka sebelumnya.” kata Spatadi.
Rahmat Gandhi | IMAJI LASAHIDO (internal)
klik disini Untuk update berita terbaru dari Tempo di Google News
More Stories
Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen hingga 5,5 persen pada tahun 2025.
Indonesia siap menjadi ekonomi hijau dan pusat perdagangan karbon global
Indonesia berupaya menggenjot sektor ritel untuk mendukung perekonomian