Karena penerima beasiswa harus terdaftar sebagai mahasiswa, sinkronisasi data sangat penting untuk akuntabilitas
JAIPURA, Papua (Antara) – Menteri Dalam Negeri Tito Garnavian mendesak Pemerintah Provinsi Papua untuk memberikan data yang akurat dan benar tentang semua penerima Beasiswa Otonomi Khusus yang berhak masuk perguruan tinggi.
Karnavian menyoroti pentingnya memiliki data yang akurat dan valid tentang mahasiswa Papua yang terdaftar, karena kurangnya itu dapat menunda biaya kuliah mereka pada tahun 2022.
Berbicara kepada wartawan di sela-sela kunjungan resmi Presiden Joko Widodo ke Jayapura, ibu kota provinsi Papua, Jumat, Tito Karnavian mengaku telah menerima laporan data palsu dan menyesatkan.
“Kami masih menunggu data yang akurat untuk mencegah mahasiswa yang status penerimaannya menjadi tidak sah menerima dana beasiswa,” ujarnya.
Setelah data yang akurat dan valid dari siswa yang terdaftar tersedia, biaya kuliah 2022 mereka akan dibayarkan, katanya, menambahkan bahwa tidak tersedianya data yang akurat dan valid adalah akar penyebab masalah keterlambatan biaya kuliah.
“Pertanggungjawaban membutuhkan sinkronisasi data karena penerima beasiswa harus terdaftar sebagai mahasiswa,” kata Karnavian. Ia menambahkan, mulai 2023 SPP tidak lagi ditanggung oleh pemerintah provinsi, melainkan oleh pemerintah kota dan kabupaten.
Karena belum tersedianya data yang akurat dan valid, Pemerintah Papua belum membayar SPP 2022 kepada 1.717 penerima beasiswa otsus ke perguruan tinggi penerima.
ANTARA sebelumnya melaporkan bagaimana pemerintah Indonesia secara konsisten menunjukkan komitmen kuatnya untuk mendorong pembangunan wilayah timur negara, termasuk provinsi Papua dan Papua Barat.
UU Otonomi Khusus Papua 2001 telah memberikan akses pendanaan pemerintah pusat untuk Papua dan Papua Barat.
Ketika UU Otonomi Khusus Papua diberlakukan, pemerintah memberikan Rp138,65 triliun kepada Papua dan Papua Barat sebagai dana otsus dan dana tambahan untuk proyek infrastruktur, menurut data Kementerian Keuangan.
Sementara itu, total transfer daerah dan dana desa yang disalurkan pemerintah di kedua provinsi itu antara 2002 hingga 2021 tercatat Rp 702,3 triliun, kata Juru Bicara MPR Bambang Sosateo.
Meski mendapat pendanaan dari pusat, kedua provinsi tersebut masih berjuang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, terbukti dengan skor mereka di bawah rata-rata nasional 71,94 pada Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2020.
Dalam indeks Badan Pusat Statistik (BPS), Papua dan Papua Barat masing-masing mendapat skor 60,44 dan 65,09. Skor mereka lebih rendah dari provinsi Aceh, yaitu 71,94.
Berita terkait: Papua desak kementerian transfer dana untuk bayar SPP mahasiswa
Berita terkait: Komunitas mahasiswa Universitas Muhammadiyah sebagian besar adalah penduduk asli Papua
Berita terkait: Presiden Jokowi koreksi mahasiswa Papua soal transfer modal
More Stories
Anies Baswedan berpeluang maju di Pilkada Jabar: Juru Bicara
Indonesia Atasi Utang Perumahan dengan Subsidi FLPP
Tarian terakhir Jokowi