POSPAPUA

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

Kasus COVID-19 meningkat dan Indonesia menghadapi kekurangan oksigen medis

Pada 9 Juli 2021, seorang pasien tiba di ruang gawat darurat COVID-19 Rumah Sakit Umum Daerah Sengareng di Jakarta, Indonesia.  (Foto: Xinhua)

Pada 9 Juli 2021, seorang pasien tiba di ruang gawat darurat COVID-19 Rumah Sakit Umum Daerah Sengareng di Jakarta, Indonesia. (Foto: Xinhua)


9 Juli 2021 Seorang paramedis keluar dari ruang gawat darurat COVID-19 Rumah Sakit Umum Daerah Sengareng di Jakarta, Indonesia.  (Foto: Xinhua)

9 Juli 2021 Seorang paramedis keluar dari ruang gawat darurat COVID-19 Rumah Sakit Umum Daerah Sengareng di Jakarta, Indonesia. (Foto: Xinhua)

Yogyakarta, Indonesia, 7 Juli 2021 Seorang pekerja bertopeng terlihat di tangki oksigen medis.  (Foto: Xinhua)

Yogyakarta, Indonesia, 7 Juli 2021 Seorang pekerja bertopeng terlihat di tangki oksigen medis. (Foto: Xinhua)

10 Juli 2021 Warga mengantre untuk menerima vaksin COVID-19 saat vaksinasi massal di Stadion Kelora Cebu November di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.  (Foto: Xinhua)

Pada 10 Juli 2021, orang-orang mengantre untuk menerima vaksin COVID-19 selama vaksinasi massal di Stadion Kelora Cebu November di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. (Foto: Xinhua)

Indonesia menghadapi kekurangan oksigen medis karena banyak rumah sakit di seluruh negeri membutuhkan item perawatan penting untuk mengatasi tingginya jumlah pasien COVID-19.

Rumah sakit di Indonesia kekurangan pasokan oksigen karena jumlah kasus COVID-19 yang terus meningkat, dan beberapa di antaranya harus menutup pintu bagi pasien baru yang mengalami gangguan pernapasan.

Kasus COVID-19 di Indonesia meningkat 35.094 menjadi 2.491.006 dalam 24 jam terakhir, sementara jumlah kematian meningkat 826 menjadi 65.457, kata kementerian kesehatan, Sabtu.

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) memprediksi peningkatan signifikan jumlah kasus Pemerintah-19 pada Juni dan Juli.

“Peningkatan kasus dan kekurangan oksigen disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah untuk memprediksi dan mengantisipasi situasi,” kata Hermavan Sabura, anggota Dewan Pakar IAKMI, kepada harian Combus.

Peningkatan tersebut diukur dari beberapa faktor, yaitu ramainya masyarakat akibat hari besar nasional, ekstasi dari program vaksinasi nasional dan ketidakpatuhan masyarakat yang lelah mematuhi peraturan kesehatan.

LaporCovid-19, koalisi masyarakat yang baru-baru ini berbagi informasi tentang COVID-19, mengatakan bahwa setidaknya 324 orang meninggal dari awal Juni hingga awal Juli karena isolasi mandiri di rumah tanpa fasilitas sanitasi yang memadai.

“Orang-orang berbondong-bondong ke rumah sakit, meluap, kehabisan oksigen, sehingga banyak orang meninggal di luar rumah sakit. Fasilitas kesehatan runtuh,” kata Farris Hippen dari LaBorkovit-19.

Menurut Leah Gardinia Parthakusuma, sekretaris jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Percy), sejumlah faktor menjadi penyebab krisis oksigen di Tanah Air.

Dia mencontohkan, kebutuhan oksigen di rumah sakit pertama cukup tinggi, yang meningkat seiring dengan peningkatan jumlah pasien COVID-19.

“Misalnya rumah sakit membutuhkan tiga ton oksigen selama tiga hari hingga seminggu, tetapi sekarang beroperasi dalam satu hari. Bahkan ada peningkatan lima kali lipat dari sebelumnya,” katanya seraya menambahkan bahwa kebutuhan oksigen di Ibukota Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Ponton dari 750 sehari Sampai 800 ton, di waktu normal hanya 150-200 ton.

Peningkatan hampir lima kali lipat tidak sesuai dengan kapasitas untuk mengirimkan oksigen dari distributor ke rumah sakit, tambahnya.

Terlebih lagi, kurangnya cadangan oksigen membuatnya lebih mudah untuk diproduksi dengan jumlah tabung yang lebih sedikit. Akibatnya, tabung oksigen menjadi langka dan mahal.

“Masalah lain, ada orang yang tidak sakit, tetapi mereka memiliki tabung oksigen di rumah mereka. Ada yang memiliki stok oksigen hingga empat tabung. Ini berdampak pada klinik kecil yang membutuhkan tabung oksigen karena sangat sedikit,” katanya.

Koordinator Pelaksanaan Peraturan Aksi Masyarakat Darurat (PPKM) Luhut Binsar Bandjetan mengakui dalam konferensi pers, Selasa, bahwa pasokan oksigen tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.

Luhut yang juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memperkirakan ketersediaan oksigen saat ini bisa melayani 5.000 kasus sehari, atau bahkan 60.000-70.000 kasus sehari jika terjadi bencana.

Ia juga menjelaskan, pemerintah telah mengalihkan 100 persen oksigen industri untuk kesehatan.

“Oksigen ini kita pesan untuk membantu mereka yang benar-benar terisolasi dan dirawat intensif. Untuk yang gejalanya ringan, kita gunakan oksigen konsentrator,” imbuh Menkeu.

Luhut menambahkan, pemerintah siap menghadapi situasi yang semakin memburuk jika jumlah kasus COVID-19 meningkat menjadi 40.000 atau lebih dengan memberikan oksigen dan obat-obatan ke rumah sakit.

Menteri Perindustrian Agas Kumiwang telah berkonsultasi dengan Asosiasi Gas Industri Indonesia (AGII) untuk memastikan pasokan gas oksigen medis ke rumah sakit yang merawat pasien COVID-19.

“Saya sudah berkoordinasi dengan asosiasi dan mereka berkomitmen untuk menjaga pasokan oksigen ke rumah sakit di tengah meningkatnya permintaan akibat peningkatan kasus COVID-19,” kata Kumiwang kepada CNN Indonesia.com, Rabu.