Tempo.co, Jakarta – Presiden Joko Widodo, pada HUT PDIP ke-50, Selasa, kembali menegaskan niat pemerintah untuk terus membatasi ekspor produk mineral mentah untuk ke-11 kalinya. Dalam pidatonya, Jokowi juga menyinggung soal sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan Uni Eropa (UE), yang membuat Indonesia kalah.
“Indonesia menghadapi kasus di Organisasi Perdagangan Dunia atas larangan ekspor nikel. Kami kalah. Tapi perjuangan kami terus berlanjut karena kami telah mengajukan tuntutan. “Walaupun kami terkesan terintimidasi dengan mengalahkan isu nikel di WTO, kami akan tetap berdiri,” kata Presiden pada 11 Januari di peringatan 50 tahun partai politiknya.
Selain itu, Indonesia tidak berencana untuk membatasi larangan ekspornya hanya untuk nikel, tetapi akan memperluas ke mineral mentah lainnya, sejalan dengan upaya hilirisasi industri di negara tersebut. Aspek terakhir dianggap penting untuk meningkatkan nilai tambah barang dan menyediakan lebih banyak lapangan kerja domestik.
Apa saja bahan baku yang dilarang diekspor ke luar negeri? Seberapa siapkah kapasitas peleburan Indonesia?
Nikel
Indonesia secara resmi telah memberlakukan larangan ekspor bijih nikel mentah yang telah berlaku selama tiga tahun terakhir. Menurut pernyataan Presiden, produk hilir nikel Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah dari US$1,1 miliar (Rp20 triliun) menjadi US$20,8 miliar (Rp300 triliun) pada 2021. Peningkatan hampir 18 kali lipat.
Bauksit
Pada Juni 2023, pemerintah akan memberlakukan larangan bijih bauksit untuk mendorong peleburan bauksit di dalam negeri. Dari industrialisasi bauksit ini, Presiden Jokowi berharap penerimaan negara meningkat dari Rp21 triliun menjadi Rp62 triliun.
Tembaga
Setelah melarang bauksit pada Juni tahun ini, pemerintah juga akan melarang ekspor tembaga, menambah daftar proyek hilirisasi Indonesia. Indonesia adalah salah satu dari tujuh negara dengan cadangan tembaga terbesar di dunia dan berencana untuk memanfaatkannya untuk meningkatkan kepentingan penduduk dan pertumbuhan ekonominya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor tembaga Indonesia mencapai USD 2,57 miliar pada Januari-November 2022. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2021 yang senilai USD 305 miliar. Padahal, selama 10 bulan tahun sebelumnya, volume ekspor tembaga mencapai 305.327,9 ton.
Timah
Bahan mentah itu juga masuk dalam daftar barang tambang yang dilarang ekspor oleh Jokowi. Dalam beberapa tahun terakhir, sedikitnya 98 persen produksi timah Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor. Hal ini menjadikan Indonesia pengekspor timah terbesar di dunia. Sebagai perbandingan, China, produsen timah terbesar kedua, menguasai 70% industri hilir timah, sedangkan Indonesia masih 5%.
Permintaan mendesak untuk smelter meningkat
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kebutuhan smelter semakin mendesak untuk mewujudkan cita-cita negara mandiri di sektor hilir atau mengolah bahan baku hasil tambang.
Indonesia saat ini memiliki 15 smelter nikel, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Terdapat 2 smelter bauksit, 2 smelter tembaga, 1 smelter bijih besi, dan 1 smelter bijih mangan. Pemerintah berencana menambah 7 smelter pada 2022.
Tempo | Antara
Klik disini Dapatkan update berita terbaru dari Tempo di Google News
More Stories
Anies Baswedan berpeluang maju di Pilkada Jabar: Juru Bicara
Indonesia Atasi Utang Perumahan dengan Subsidi FLPP
Tarian terakhir Jokowi