TEMPO.CODan Jakarta – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (disingkat dalam bahasa Indonesia: Kementerian PPN/Bappenas) meluncurkan Indeks Ekonomi Hijau pada side event Development Working Group (DWG) G20 ketiga: Menuju Implementasi dan Selanjutnya: Mengukur Rendah Karbon dan Progres Ekonomi Hijau di Bali, Selasa, 9 Agustus 2022.
Indeks Ekonomi Hijau merupakan alat ukur untuk menilai pencapaian dan efektivitas transisi ekonomi Indonesia menuju ekonomi hijau.
“Prinsip ekonomi hijau adalah mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di samping kesejahteraan masyarakat serta menjaga kualitas lingkungan dan daya serapnya,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monwarva.
Indeks Ekonomi Hijau berfokus pada peningkatan investasi hijau di pilar ekonomi; Mengelola aset dan infrastruktur yang berkelanjutan serta memastikan transisi yang adil dan terjangkau (pilar lingkungan), dan pemberdayaan sumber daya manusia (pilar sosial).
Indeks Ekonomi Hijau terdiri dari 15 indikator yang mencakup tiga pilar keberlanjutan. Berikut rincian indikator tersebut:
sebuah. Pilar lingkungan dengan lima indikator
Persentase tutupan lahan dari luas lahan di Indonesia
Bauran energi baru terbarukan (EBT) dari sumber energi primer
persentase sampah yang dikelola
Pengurangan persentase kumulatif dalam emisi dari baseline
Tutupan lahan gambut rendah
Pilar ekonomi dengan enam indikator
intensitas emisi
kepadatan energi akhir
Pendapatan nasional bruto per kapita
produktivitas pertanian
Produktivitas tenaga kerja di sektor industri
Produktivitas tenaga kerja di sektor jasa
Pilar sosial dengan empat indikator
Panjang rata-rata sekolah
harapan hidup
tingkat kemiskinan
Tingkat pengangguran terbuka
Suharso Munwarva mengatakan penerapan Indeks Ekonomi Hijau dapat memberikan berbagai manfaat bagi Indonesia, antara lain pertumbuhan PDB rata-rata sebesar 6,1-6,5 persen per tahun hingga tahun 2050, 87-96 miliar ton emisi gas rumah kaca dapat dihemat. juga penurunan intensitas emisi hingga 68 persen pada tahun 2045 dan kenaikan pendapatan nasional bruto (GNP) pada kisaran 25-34 persen atau $13.890-14.975 per kapita pada tahun 2045.
Praktik ekonomi hijau juga akan menciptakan tambahan 1,8 juta pekerjaan ramah lingkungan pada tahun 2030 di sektor energi, kendaraan listrik, restorasi lahan, dan pengelolaan limbah. Di bidang lingkungan, hingga 40.000 nyawa akan terselamatkan dengan mengurangi polusi udara pada tahun 2045, nilai pemulihan jasa ekosistem sebesar $4,75 triliun per tahun pada tahun 2060, dan hutan primer lindung seluas 3,2 juta hektar pada tahun 2060. Juga , penambahan tutupan hutan seluas 4,1 juta hektar pada tahun 2060, peningkatan luas mangrove menjadi 3,6 juta hektar pada tahun 2060, dan peningkatan kapasitas adaptasi iklim sektor ekonomi.
Sejalan dengan Indeks Ekonomi Hijau, diperlukan alat untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk mempercepat pencapaiannya pada tahun 2030, khususnya Integrated National Financing Framework (INFF). Suharso mengatakan Indonesia membutuhkan sekitar US$1 triliun untuk mencapai SDGs selama delapan tahun ke depan. Khususnya karena pandemi Covid-19, terdapat kesenjangan pendanaan global tahunan untuk SDGs sebesar US$2,5 triliun.
Indonesia merupakan salah satu dari 86 negara yang mengembangkan INFF dan salah satu dari 40 negara yang akan menerapkan strategi pembiayaan terintegrasi pada tahun depan.
“Indonesia memiliki alat dan sumber daya, tetapi tantangannya adalah menyatukan semua pemangku kepentingan untuk menyelaraskan operasi bisnis dengan SDGs,” kata Munwarva.
INFF adalah fasilitator yang menghubungkan lembaga kementerian dengan berbagai sumber pendanaan dalam memetakan lanskap pembiayaan pembangunan berkelanjutan. INFF bertugas mengidentifikasi mekanisme pendanaan yang inovatif, seperti keuangan campuran, investasi berdampak, dan pencocokan kelompok filantropis, untuk pendanaan berbasis bobot yang selaras dengan konten SDG.
“INFF adalah payung untuk mencakup semua inisiatif pembiayaan untuk mencapai agenda SDGs tepat waktu,” ujarnya.
Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk mengembangkan strategi pembiayaan berkelanjutan dengan memprioritaskan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Antara lain dengan mempertimbangkan aspek Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dalam kerangka BUMN serta kebijakan investasi dan bisnis lainnya, termasuk pasar modal.
Praktik ekonomi hijau ini sejalan dengan tema utama Konferensi Tahunan SDGs 2022 yang akan diselenggarakan di Hotel Sultan Jakarta pada 30 November hingga 2 Desember 2022. Tahun ini, Konferensi Tahunan SDGs 2022 mengangkat tema “Promoting a Real Green Economy” bekerja Untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.” Agenda tahunan ini bertujuan untuk mereplikasi dan mendorong partisipasi masyarakat dalam mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan atau IDSDB juga akan diluncurkan pada acara tersebut, hasil kerjasama antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Komite Pemantau Pelaksanaan Pemerintahan Pemerintah Daerah Provinsi (KPPOD) dan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APCASI).
Apalagi, pada sesi pertama Konferensi Tahunan SDGs 2022 dengan fokus “Ekonomi Hijau untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Inklusif”, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional yang juga Presiden Babinas, Suharso Monwarva, akan menyampaikan strategi ekonomi hijau kepada mempercepat pencapaian SDGs di Indonesia. Kursus tersebut juga dihadiri oleh Resident Coordinator PBB di Indonesia, Valerie Juliande, yang akan membahas tentang kemitraan global dan strategi sistem PBB dalam mendorong penerapan ekonomi hijau. Publik dapat berpartisipasi dalam Agenda Konferensi Tahunan SDG 2022 dengan mendaftar di sini.
“Gamer yang sangat menawan. Ahli web. Sarjana TV. Pecandu makanan. Ninja media sosial yang rajin. Pelopor musik hardcore.”
More Stories
Indonesia siap menjadi ekonomi hijau dan pusat perdagangan karbon global
Indonesia berupaya menggenjot sektor ritel untuk mendukung perekonomian
Ekonomi perawatan di Indonesia