Semarang (ANTARA) – Kata Jawa kaw-kaw menjadi perbincangan publik setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakannya dalam konteks politik saat bertemu dengan pimpinan media di Jakarta pada 29 Mei 2023.
“Demi bangsa dan negara, saya pasti akan kew-kwe dalam artian yang positif,” kata Presiden dalam acara tersebut.
Ia juga menegaskan bahwa dengan goa-goa yang ia maksud tidak akan melanggar hukum.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBPI), kew-kew artinya ikut menyelesaikan atau mengerjakan sesuatu. Menurut definisi kamus, gua-gua memiliki arti netral.
Kata tersebut dapat memiliki konotasi negatif, positif atau netral tergantung pada konteks penggunaannya.
Vidyardono, pakar bahasa Jawa dan jurnalis kawakan, mengatakan, kata tersebut secara inheren memiliki konotasi positif karena merujuk pada tindakan seseorang yang memberikan bantuan dalam memecahkan suatu masalah — dalam kapasitas tertentu.
Kav-kav memiliki arti positif sepanjang tindakan tersebut tepat dan tidak melanggar hukum, ujarnya.
Namun, dalam konteks politik, istilah tersebut dapat menimbulkan bias, karena definisinya bergantung pada kepentingan politik tertentu.
Penggunaan istilah oleh presiden telah menarik perhatian banyak pihak di saat sisa-sisa kontes yang muncul dari fragmentasi dan polarisasi publik selama pemilihan presiden 2014 dan 2019 belum sepenuhnya dapat diatasi. Juga, bangsa ini akan segera memasuki tahun politik 2024.
Nah, pertanyaannya adalah: Bagaimana cara yang tepat untuk menjelaskan makna kata cawe-cawe presiden dalam konteks kepemimpinan politik ke depan?
Seperti yang biasanya terjadi dalam kehidupan, upaya kesejahteraan masyarakat tidak boleh berhenti di tengah jalan.
Dalam negara demokrasi rakyat sangat mementingkan politik dan lembaga politik, khususnya partai politik, sebagai sarana untuk mencapai tujuan, terutama untuk kesejahteraan warga negara.
Sebagai pemimpin negara berpenduduk sekitar 276 juta jiwa, Presiden Widodo telah menerapkan sejumlah kebijakan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berpendapatan tinggi.
Pembangunan infrastruktur di berbagai daerah, terutama di luar Pulau Jawa, diyakininya pada akhirnya akan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru bagi perekonomian nasional. Bahkan, pusat-pusat pertumbuhan baru mulai bermunculan akibat kegigihan pemerintah dalam membangun infrastruktur tersebut.
Indonesia bertujuan tidak hanya untuk mencapai tujuan mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga untuk memastikan pemerataannya. Tingkat kesehatan konektivitas antar daerah melalui jalur darat, laut dan udara pada hakekatnya untuk mewujudkan tujuan dan mendistribusikan dampaknya secara merata ke seluruh wilayah.
Presiden Widodo mengungkapkan, rekor investasi tahun 2022 di daerah luar Jawa sudah mencapai 53 persen. Hal ini menunjukkan perkembangan, jumlah investasi di Pulau Jawa selalu lebih tinggi dibandingkan daerah lain pada tahun-tahun sebelumnya.
Potensi ekonomi di luar Pulau Jawa masih tersedia dan terbuka untuk dimanfaatkan dan dapat dijadikan sebagai bahan bakar untuk lebih mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
Bank Dunia mengklasifikasikan negara ke dalam empat kategori berdasarkan produk domestik bruto (PDB) per kapita: pendapatan rendah (US$1.035), pendapatan menengah ke bawah (US$1.03604.045), pendapatan menengah ke atas (US$4.046), dan pendapatan tinggi penghasilan (US $12.535).
Indonesia saat ini diklasifikasikan sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas.
Dengan jumlah penduduk yang tersebar di pulau-pulau, Indonesia memerlukan kebijakan yang bersifat visioner untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru, khususnya di luar Pulau Jawa, dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya secara merata di semua tingkatan.
Gagal menciptakan hotspot pertumbuhan baru, hampir pasti negara ini akan dilanda kesenjangan sosial ekonomi dan pembangunan antara populasi dan wilayah masing-masing.
Pembangunan infrastruktur yang cepat di luar Jawa telah memberikan landasan bagi para pemimpin masa depan untuk melakukan ekspansi ke lokasi-lokasi baru guna mendorong perekonomian daerah.
Dalam beberapa kesempatan, Presiden Widodo menekankan pentingnya menghubungkan pembangunan ekonomi di daerah.
Konektivitas semacam itu akan memiliki banyak efek yang akan membantu mendistribusikan kesejahteraan dan kemakmuran secara merata di antara orang-orang.
Namun, perlu dicatat bahwa kebutuhan akan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan tidak ada habisnya. Dengan mengingat hal itu, para pemimpin masa depan harus mengikuti pertumbuhan dan pembangunan para pendahulu mereka.
Indonesia dikaruniai sumber daya alam dan manusia yang melimpah. Oleh karena itu, para pemimpin harus menetapkan garis waktu yang realistis untuk tujuan mencapai status negara berpenghasilan tinggi.
Keluar dari Net Pendapatan Menengah
Indonesia telah lama terjebak di golongan pendapatan menengah ke atas. Mencermati perkembangan saat ini, Presiden Widodo menyampaikan harapannya agar para pemimpin masa depan mampu membawa negara ini ke level negara berpendapatan tinggi.
Dalam 13 tahun ke depan, Indonesia akan berada pada titik penting namun menentukan. Selain itu, 10-20 tahun ke depan akan menjadi gold rush Indonesia untuk mewujudkan mimpinya menjadi negara berpendapatan tinggi, karena akan menikmati bonus demografi pada periode tersebut.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya Indonesia mencoba keluar dari middle income trap yang sudah lama tertahan.
Pada tahun 2022, PDB per kapita Indonesia tercatat sebesar US$4.784, menempatkan negara ini dalam kategori pendapatan saat ini. Untuk mempercepat proses membawa Indonesia menuju ketimpangan pendapatan yang lebih tinggi, para pemimpinnya harus memastikan keberlanjutan kebijakan pertumbuhan tinggi dan pro-ekuitas.
Dalam konteks itu, Presiden mengimbau para pemimpin masa depan untuk terus melanjutkan dan mencontoh kemajuan dan capaian selama ini.
Meski tak menyebut nama secara gamblang, namun banyak yang percaya bahwa pesan Presiden ditujukan kepada sosok yang menempati posisi tiga besar di beberapa jajak pendapat.
Untuk mendapatkan latar belakang yang jelas tentang penggunaan kata goa-goa oleh Presiden, perlu dicermati pesan beliau terkait “pemimpin baru” dan “konsistensi kebijakan”.
Jika seseorang memiliki satu atau lebih preferensi atau sikap dalam mengejar kepentingan pribadi, ideologis, dan timbal balik dengan mitra, seseorang dapat memberikan hasil yang bermanfaat melalui gua-gua.
Kesimpulan ini menimbulkan pertanyaan lain: Siapa presiden khususnya? Perdebatan masyarakat Indonesia berkisar pada pertanyaan ini, terutama di media sosial.
BERITA TERKAIT: Nilai-nilai Panchsheela memastikan keberhasilan pemilu: Mahfut
Berita terkait: KPU perkirakan ada kejanggalan di Pemilu 2024
Berita terkait: MK jawab soal dugaan bocoran hasil pemilu
More Stories
Anies Baswedan berpeluang maju di Pilkada Jabar: Juru Bicara
Indonesia Atasi Utang Perumahan dengan Subsidi FLPP
Tarian terakhir Jokowi