NUSA DUA, BALI (ANTARA) – Archipelago and Island States Forum (AIS Forum) membantu Indonesia mengembangkan ARHEA, drone bawah air yang canggih.
Instrumen pemantauan dan pengukuran sifat-sifat air berbasis teknologi digital dikembangkan oleh dosen Departemen Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjatjaran, Noir Primadonna Parba.
Sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 2018 pada pertemuan forum AIS di Manado, Sulawesi Utara, sudah banyak negara peserta yang menyatakan minatnya untuk membeli ARHEA. Singkatan dari Advanced Drifter GPS Oceanography Coverage Area.
“Hal ini membanggakan karena hampir 80 persen bahan baku alat ini diproduksi dalam negeri dan ARHEA diproduksi di Indonesia, kecuali transmitter untuk mengirimkan data ke satelit masih harus diimpor,” kata Barba dalam tulisannya. penyataan. Diterbitkan oleh AIS Forum Communications and Media Group pada Selasa 2023.
ARHEA terdiri dari tabung aluminium kuning sepanjang 1 meter dengan diameter 144 milimeter dan berat sekitar 15 kilogram. Tabung tersebut dilengkapi dengan beberapa sensor, baterai, penyimpanan data, global positioning system (GPS), serta sistem komunikasi radio dan satelit.
Tabung ini dapat mengapung di perairan terbuka maupun tertutup karena dilengkapi dengan pelampung. Artinya alat tersebut mengikuti bidang air kemanapun arus mengalir. Sekilas cara kerjanya seperti drone atau drone, yang membedakan hanyalah ia bergerak di bawah air.
Instrumen ini juga dapat digunakan di perairan tertutup seperti waduk dan danau dan dapat digunakan untuk menyelidiki perairan yang sangat dangkal.
ARHEA mampu menyelam hingga kedalaman maksimal 200 meter di bawah permukaan laut. Instrumen ini sebagian besar ditujukan untuk mengukur arus menggunakan skala Lagrangian.
Sebelum mencapai batas kedalaman terdalamnya, rotor yang dipasang di dasar pipa mengirimkan sinyal ke instrumen untuk segera naik seiring dengan inspirasi mesin. ARHEA ditenagai oleh baterai isi ulang yang dapat diisi ulang setiap tiga bulan.
“Setelah sampai di permukaan air, alat akan langsung mengirimkan data. Kemudian, setelah semua data terkirim dalam waktu 15-25 menit, ARHEA akan menyelam kembali,” kata Burba.
Dijelaskannya, sensor yang dipasang dapat diatur sesuai kebutuhan pengguna untuk mengukur parameter atmosfer seperti suhu udara, kelembapan, dan tingkat pencemaran air.
Sedangkan parameter dalam air dapat mengacu pada salinitas atau kandungan garam air laut, derajat keasaman (pH), suhu air, oksigen terlarut (DO) dan kekeruhan. ARHEA disebut mampu memprediksi wilayah populasi ikan (prediksi daerah penangkapan ikan) bahkan memetakan wilayah.
ARHEA dapat digunakan sebagai alat pemantauan kawasan perlindungan laut oleh instansi kelautan dan perikanan, dengan jangkauan akurasi kurang dari 5 meter untuk objek yang terekam di bawah permukaan air. Alat tersebut bisa dijatuhkan ke laut menggunakan perahu atau pesawat.
ARHEA telah menjalani uji coba berkelanjutan di beberapa wilayah Laut Indonesia, antara lain Bangandaran di Jawa Barat dan Pulau Pramuga di Kabupaten Kepulauan Seribu di Jakarta. Instrumen canggih ini juga telah diuji di kawasan Laut Suva Fiji.
Mengingat kegunaannya khususnya bagi negara kepulauan dan kepulauan, maka AIS Forum bekerja sama dengan United Nations Development Agency (UNDP) memberikan dukungan penuh terhadap pengembangannya, khususnya dalam bentuk bantuan hibah yang akan diintegrasikan dengan bantuan baru. Teknologi di sektor maritim untuk menjamin masa depan maritim yang berkelanjutan.
Berita Terkait: Pertemuan Tingkat Menteri ke-5 Forum AIS Mengembangkan Tujuh Dokumen Kerja Sama
Berita terkait: Generasi muda di AIS untuk mengelola sektor maritim: Menteri
Berita terkait: Forum AIS ingin adopsi ekonomi biru: Kementerian KKP
“Pembaca yang ramah. Penggemar bacon. Penulis. Twitter nerd pemenang penghargaan. Introvert. Ahli internet. Penggemar bir.”
More Stories
Anies Baswedan berpeluang maju di Pilkada Jabar: Juru Bicara
Indonesia Atasi Utang Perumahan dengan Subsidi FLPP
Tarian terakhir Jokowi