POSPAPUA

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta PosPapusa, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta terbaru.

Pendekatan lingkungan, sosial dan tata kelola terhadap konservasi mangrove di negara berkembang Bagian II

Pendekatan lingkungan, sosial dan tata kelola terhadap konservasi mangrove di negara berkembang Bagian II

Penulis: Toho Nograha dan Dina Kosasi*

Indonesia memiliki wilayah hutan bakau terluas di dunia, dan mempunyai tanggung jawab besar dalam melindungi kekayaan ekologi ini. Namun, agar upaya konservasi benar-benar efektif, peran penting masyarakat lokal, yang telah tinggal di dekat hutan bakau selama beberapa generasi dan telah memperoleh pengetahuan mendalam tentang kompleksitasnya, tidak dapat dianggap remeh. Pengalaman langsung mereka memberikan wawasan unik mengenai ritme alami dan tantangan hutan bakau. Untuk sepenuhnya memanfaatkan pengetahuan ini, kita harus memberdayakan komunitas-komunitas ini, memperkuat kapasitas mereka dan memastikan bahwa mereka bertindak tidak hanya sebagai pelindung namun juga sebagai pendukung yang bersemangat untuk hidup berdampingan secara berkelanjutan.

Teknologi baru, seperti blockchain untuk insentif konservasi yang transparan, Internet of Things untuk pemantauan lingkungan secara real-time, dan perluasan jangkauan pendidikan, dapat memainkan peran penting dalam pemberdayaan ini. Konservasi mangrove kemudian berkembang menjadi upaya kolaboratif, tidak terbatas pada pemerintah atau lembaga konservasi, namun terintegrasi dalam tatanan kehidupan sehari-hari masyarakat. Pendekatan komprehensif ini tidak hanya mendukung pengelolaan lingkungan, namun juga meningkatkan tatanan sosial dan ekonomi wilayah pesisir.

Lebih jauh lagi, komitmen sejati terhadap pemantauan berbasis masyarakat berarti mempercayakan pengelolaan lahan mangrove mereka dengan baik kepada masyarakat lokal dan adat. Kearifan lokal mereka yang mengakar sangat berharga dalam upaya konservasi ini.

Metaverse dan pendidikan komunitas

Di era digital saat ini, Metaverse menawarkan pendekatan revolusioner dalam bidang pendidikan, khususnya bagi komunitas lokal di kawasan mangrove. Yang membuat metaverse istimewa adalah kemampuannya memberikan pengalaman yang imersif dan realistis. Bayangkan masyarakat bisa “berjalan” di dalam simulasi digital hutan bakau, merasakan kondisi hutan tanpa benar-benar berada di sana, mengamati flora dan fauna, dan memahami ekosistemnya secara mendalam.

Selain interaktivitasnya, metaverse memberikan interaktivitas yang tak tertandingi, jauh melampaui metode pelatihan tradisional. Di Metaverse, pertanyaan dapat diajukan secara real time, eksplorasi mengalir dengan bebas, dan elemen permainan dapat digabungkan untuk meningkatkan keterlibatan dan motivasi komunitas. Selain itu, fleksibilitasnya merupakan keuntungan besar. Tidak ada batasan ruang dan waktu, setiap individu dapat belajar dengan kecepatannya sendiri, kapanpun dan dimanapun.

READ  Kerja sama global penting untuk memulihkan stabilitas setelah pandemi: entop

Berkat wawasan yang diperoleh dari transformasi tersebut, masyarakat kini memiliki kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam konservasi mangrove. Mereka dapat berpartisipasi langsung dalam penanaman dan pemeliharaan mangrove, bertindak sebagai pengamat untuk melaporkan perubahan atau ancaman, atau bahkan menyebarkan pengetahuan kepada masyarakat luas. Potensi pengembangan ekowisata berbasis mangrove bisa menjadi peluang dimana masyarakat membimbing wisatawan sekaligus mengedukasinya. Selanjutnya, masyarakat dapat melakukan advokasi dan mengkampanyekan pentingnya konservasi mangrove, memastikan hutan mangrove tetap terlindungi untuk generasi mendatang.

Internet of Things dan keterlibatan komunitas

Penggunaan perangkat IoT di hutan bakau telah membuka perspektif baru dalam pengelolaan dan konservasi ekosistem. Melibatkan komunitas lokal dalam pengumpulan data menggunakan IoT bukan sekadar pendelegasian tugas, namun merupakan upaya pemberdayaan.

Pertama, dengan memberi mereka peran pemantauan aktif, masyarakat menjadi lebih terhubung dengan hutan bakau dan memahami nilai hutan bakau bagi penghidupan mereka yang berkelanjutan. Mereka beralih dari pengamat pasif menjadi pelindung hutan bakau di garis depan. Ketika masyarakat memahami dan mengambil manfaat langsung dari mangrove, maka motivasi mereka untuk melindungi mangrove akan semakin kuat.

Kedua, melibatkan komunitas lokal dalam pengumpulan data melalui IoT dapat menciptakan peluang kerja baru. Mulai dari pemasangan dan pemeliharaan peralatan hingga pemrosesan dan analisis data, semua tahapan ini memerlukan tenaga kerja. Dengan pelatihan yang tepat, masyarakat setempat dapat menjadi ahli di bidangnya, memastikan bahwa perangkat berfungsi dengan baik dan data yang dikumpulkan akurat. Hal ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui lapangan kerja baru, namun juga membangun kemampuan mereka di bidang teknologi dan pelestarian lingkungan.

Terakhir, dengan data yang valid dan tepat waktu, masyarakat lokal dapat mengambil keputusan yang lebih baik mengenai pengelolaan sumber daya alam dan potensi ekowisata. Informasi yang akurat mengenai kondisi mangrove dan keanekaragaman hayatinya dapat menjadi sarana promosi untuk menarik wisatawan atau peneliti. Hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal melalui sektor pariwisata dan penelitian, sehingga memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat.

READ  Pelayanan dari orang-orang kudus di seluruh dunia

Kesimpulannya, penggunaan IoT di hutan bakau tidak hanya bermanfaat bagi pelestarian alam, namun juga memberikan dampak ekonomi dan sosial yang positif bagi masyarakat setempat.

Blockchain dan pemberdayaan ekonomi masyarakat

Teknologi Blockchain yang terkenal dengan fleksibilitas dan transparansinya menawarkan banyak peluang dalam pelestarian lingkungan, terutama dalam memotivasi komunitas lokal. Bayangkan sebuah sistem di mana setiap tindakan konservasi yang dilakukan oleh masyarakat lokal – baik menanam bakau, melestarikannya, atau melakukan pendidikan lingkungan – diindeks dan diverifikasi secara akurat dalam blockchain. Setiap kontribusi positif dapat diberi imbalan berupa token atau mata uang digital, yang dapat mengumpulkan nilai bagi masyarakat, dapat ditukar dengan barang atau jasa, atau bahkan dapat dikonversi menjadi uang tunai.

Untuk memperluas hal ini, mari kita pertimbangkan skenario di mana teknologi blockchain memainkan peran penting dalam pengawasan masyarakat. Ketika komunitas lokal berpartisipasi dalam pemantauan kawasan tertentu, dan memberikan bukti nyata mengenai kegiatan konservasi mereka, kontribusi mereka dicatat di blockchain. Dokumen-dokumen ini tidak hanya berfungsi sebagai bukti tak terbantahkan atas upaya mereka, namun juga diterjemahkan menjadi imbalan nyata dalam bentuk token. Ini adalah sistem yang mengakui dan menghargai pengawasan yang memantau kesehatan ekosistem kita.

Misalnya, bayangkan elemen gamifikasi dalam tindakan: setiap kali anggota masyarakat menanam sepuluh pohon bakau, sejumlah token digital akan ditambahkan ke akun mereka. Atau, ketika mereka memfasilitasi lokakarya pendidikan tentang pentingnya hutan bakau bagi anak-anak sekolah, mereka diberi imbalan berupa token tambahan. Mata uang ini, yang dapat diakses melalui aplikasi berbasis blockchain, dapat ditukarkan dengan diskon di toko-toko lokal, penggantian biaya sekolah, atau bahkan dikonversi menjadi uang tunai di kios tertentu.

Selain itu, memasukkan elemen kompetitif atau “papan peringkat” dapat merangsang keterlibatan masyarakat yang lebih besar. Kelompok yang menunjukkan dedikasi luar biasa terhadap upaya konservasi dapat diberi pengakuan dan penghargaan secara bulanan atau tahunan. Sistem ini tidak hanya merangsang partisipasi aktif, namun juga menumbuhkan rasa kebersamaan dan persaingan yang sehat, mendorong individu dan kelompok untuk mengejar kebaikan bersama dalam keberlanjutan mangrove.

READ  Jokowi menyerukan tindakan bersama antara ASEAN dan PBB untuk menghadapi tantangan global

Melalui pendekatan terpadu ini, teknologi blockchain melampaui perannya sebagai alat teknologi belaka dan menjadi penghubung penting antara upaya pelestarian lingkungan dan kemakmuran ekonomi masyarakat lokal. Hal ini membentuk model yang harmonis di mana lingkungan dan umat manusia saling menguntungkan, meletakkan dasar bagi hubungan simbiosis yang mendorong kesejahteraan lingkungan dan ekonomi yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Pengelolaan mangrove yang efektif dan berkelanjutan memerlukan pendekatan yang berfokus pada masyarakat. Komunitas lokal adalah pihak yang paling akrab dan paling terhubung dengan ekosistem ini, sehingga berperan penting dalam keberhasilan konservasi dan restorasi mangrove. Namun, agar upaya tersebut mencapai hasil yang maksimal, peran teknologi modern tidak bisa diabaikan. Jika digabungkan dengan pemberdayaan masyarakat lokal, teknologi dapat merancang strategi pengelolaan yang responsif, mudah beradaptasi, dan inklusif.

Selain itu, mengintegrasikan masyarakat lokal bukan hanya sekedar memberi mereka peran dalam konservasi alam, namun juga memastikan bahwa kegiatan konservasi alam berdampak positif terhadap kesejahteraan mereka. Inisiatif lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) yang menggabungkan teknologi dengan pemberdayaan masyarakat memastikan bahwa masyarakat tidak hanya berpartisipasi, namun juga mendapat manfaat langsung dari upaya konservasi. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup mereka, namun juga memastikan bahwa inisiatif konservasi mendapat dukungan kuat dari masyarakat.

Pendekatan pengelolaan mangrove berbasis masyarakat yang didukung oleh teknologi modern merupakan formula yang dapat menjamin kelestarian ekosistem mangrove. Yang terpenting, pendekatan ini memastikan bahwa keberlanjutan ini sejalan dengan penghidupan berkelanjutan dan penghormatan terhadap budaya lokal. Hal ini memberikan keseimbangan antara konservasi alam dan kesejahteraan manusia, menjadikannya model ideal untuk konservasi di masa depan.

*Dina Qassaya, Presiden Yayasan Pesisir Lestari dan CEO Open Innovation Hub